السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Semoga keselamatan tercurah atas kamu sekalian beserta rahmat dan barokah Allah

Sunday, September 13, 2015

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian
 Produksi Tanaman Cabai Rawit
(Studi Kasus di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri)

Agus Miyanto
Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Sosial dan Ekonomi, Universitas Surya

Abstrak
Perubahan iklim merupakan fenomena alam  yang saat ini menjadi isu penting yang dibicarakan oleh dunia. Perubahan iklim memberikan dampak dalam berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim, karena iklim adalah penentu utama dari hasil produksi. Hal tersebut terlihat seperti kasus hasil produksi cabai rawit di desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri pada tahun 2009—2010. Hasil dari penelitian ini adalah dengan adanya perubahan iklim memberikan dampak penurunan terhadap hasil produksi cabai rawit dari hasil tahun 2009 yang mampu mencapai 1.237 kg mengalami penurunan menjadi 615 kg pada tahun 2010, atau terjadi penurunan produksi sebesar 50,28%.  Namun dengan menurunnya hasil produksi, harga cabai rawit mengalami peningkatan menjadi Rp54.146,-/kg di tahun 2010 yang sebelumnya 8.427,-/kg  pada tahun 2009, sehingga dengan meningkatnya harga cabai memberikan kenaikan pendapatan para petani cabai di Desa Bulupasar sebesar  Rp26.351.304,-.







Pendahuluan
           Perubahan iklim yang dipicu oleh pemanasan  global akibat dari efek gas rumah kaca merupakan isu lingkungan yang mendapat perhatian dalam beberapa dekade terakhir. Perubahan iklim (climate changes) merupakan salah satu fenomena alam dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun yang dipercepat akibat aktifitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global.
           Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan anomali iklim seperti fenomena Enso (El-Nino dan La-Nina), IOD (Indian Ocean Dipole), penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrim, curah hujan dan musim bergeser dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air laut meningkat dan terjadinya rob di beberapa wilayah. El-Nino adalah kejadian iklim di mana terjadi penurunan jumlah dan intensitas curah hujan akibat naiknya suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang mendorong mengalirnya massa uap air di wilayah Indonesia ke arah timur. Sebaliknya, La-Nina adalah kejadian iklim di mana terjadi peningkatan jumlah dan intensitas curah hujan hingga memasuki musim kemarau akibat penurunan suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang memperkaya massa uap air di wilayah Indonesia (Nurdin, 2010).        
           Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Perubahan iklim  (anomali) akan membawa pengaruh pada intensitas dampak dan sangat tergantung pada tingkat penyimpangannya (Ariyanto, 2010).   
Pertanian adalah sektor yang  sangat rentan terhadap perubahan iklim, karena iklim adalah penentu utama dari produktivitas pertanian (Adams, at.al., 1998). Menurut Subarjo, negara-negara dengan kondisi geografis yang lebih khusus seperti India dan Afrika akan mengalami penurunan produksi pertanian yang lebih tinggi lagi (Muslim,2013). Kebanyakan negara berkembang, sektor pertanian memberikan mata pencaharian utama dan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk dan memberikan kontribusi jauh terhadap PDB nasional. Menurut Komisi untuk Afrika 2005, Oleh karena itu, penurunan produksi pertanian yang disebabkan oleh Perubahan iklim di masa depan serius dapat melemahkan ketahanan pangan dan memperburuk mata pencaharian kondisi bagi penduduk miskin pedesaan (Calzadilla, at.al., 2010).
Perubahan iklim terjadi di Indonesia dan berdampak pada wilayah wilayah pertanian dan kawasan pesisir (Adger, 2001). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mengalami dampak perubahan iklim, terutama diakibatkan oleh banjir, kekeringan, dan hama (IPB, 2009), di Indonesia merupakana salah satu negara yang mengalami dampak perubahan iklim dalam sektor pertanian. Sektor pertanian yang mengalami dampak dari perubahan iklim antara lain seperti tanaman pangan, padi, jagung kedelai maupun cabai.
Cabai termasuk tanaman yang mengalami kerusakan akibat perubahan iklim yang ekstrim. Akibatnya, terjadi penurunan produksi yang cukup signifikan sehingga kenaikan harga tidak dapat dihindarkan. Menurut Herlina, 2010, tanaman cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia (Maulidah, at.al., 2012).
Cabai dapat tumbuh baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Akan tetapi, tanaman cabai tidak tahan terhadap hujan, terutama pada waktu berbunga karena bunga- bunganya akan mudah gugur (Sunarjono, 2010). Kondisi cuaca yang tidak menentu yang menyebabkan itensitas hujan lebih tinggi menyebabkan penurunan produksi cabai pada khir tahun 2010 hingga awal tahun 2011 mencapai 50% (Anonim, 2010).
Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, dikenal dengan pertanian cabainya. Seperti di daerah lain, produksi cabai pada musim tanam tahun 2010, di lokasi ini juga mengalami penurunan karena curah hujan yang meningkat, yakni dari 1.415 mm pada tahun 2009 menjadi 1.943 mm pada tahun 2010, sehingga jumlah produksinya jauh lebih rendah daripada musim tanam tahun 2009 (BMKG Karangploso, 2011).  Dengan penurunan cabai yang dialami oleh petani desa Bulupasar maka penulis merumuskan beberapa tujuan yaitu,  (1) Mendeskripsikan pengetahuan dan sikap petani cabai rawit terhada perubahan iklim di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri; (2) Mengetahui dampak perubahan iklim terhadap produksi dan harga cabai rawit pada tahun 2009 dan 2010 di di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri; dan (3) Menganalisis dampak perubahan iklim terhadap pendapatan petani cabai rawit pada tahun 2009 dan tahun 2010 di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.

Tinjauan Literatur

  1. Perubahan Iklim
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi  peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 °C (2,0 hingga 11,5 °F) antara tahun 1990 dan 2010. Kondisi ini akan mengakibatkan iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya dan  karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali (Stocker, et al., 2007) .  Menurut (United Nations Framework Convention on Climate Change, 1992), perubahan iklim merupakan  perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengubah komposisi atmosfer secara global dan mengakibatkan perubahan variasi iklim yang dapat diamati dan dibandingkan selama kurun waktu tertentu.
Perubahan iklim terjadi di Indonesia dan berdampak pada wilayah-wilayah pertanian dan kawasan pesisir (Adger, 2001). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mengalami dampak perubahan iklim, terutama diakibatkan oleh banjir, kekeringan, dan hama (IPB, 2009).
  1. Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menrima dampak dari perubahan iklim yang salahsatunya dikarenakan oleh pemanasan global. Dampak dari pemansan global (Global warming ) akan  mempengaruhi pola presipitasi, evaporasi, water run-off , kelembaban tanah dan variasi iklim yang sangat fluktuatif secara keseluruhan mengancam keberhasilan produksi pangan.
Kajian terkait dampak perubahan iklim pada bidang pertanian oleh National Academy of Science/NAS (2007), Iklim jangka panjang seperti perubahan dan peristiwa cuaca ekstrim akan membawa lebih besar fluktuasi hasil panen dan persediaan makanan dan risiko yang lebih tinggi dari kerawanan pangan (IPCC 2012). Memahami dampak dan adaptasi perubahan iklim pada pertanian menurut wilayah sangat penting untuk kebijakan perubahan iklim. Perubahan iklim dan dampaknya terhadap pertanian diharapkan bervariasi signifikan antar daerah. Menghadapi perubahan iklim, bagaimana untuk mengevaluasi dampak perubahan iklim terhadap pertanian, memahami tanggapan dari petani untuk iklim berubah, dan merumuskan strategi nasional yang tepat untuk mengatasi perubahan iklim yang paling mendesak menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia telah dipengaruhi secara nyata oleh adanya variasi hujan tahunan dan antar tahun yang disebabkan oleh Australia-Asia Monsoon and El Nino-Southern Oscilation (ENSO).  

Metode Penelitian

  1. Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan pengambilan data  dengan cara menggunakan studi pustaka yang di dapatkan dari jurnal dan menggunakan penelitian yang telah dilakukan di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur, yang merupakan salah satu sentra penanaman cabai rawit terbesar di wilayah Jawa Timur. Selain itu, dari penelitian pendahuluan, diketahui banyak petani mengalami penurunan produksi pada tanaman budidaya (cabai rawit) dan perubahan pendapatan dari musim tanam tahun 2009 ke musim tanam tahun 2010. Pengambilan data dilaksanakan pada Bulan Mei sampai dengan Juli 2011.
              Metode Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini merupakan petani cabai rawit yang ditentukan secara sengaja (purposive). Responden diambil dari kelompok tani Joyoboyo. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, antara lain bahwa kelompok tani Joyoboyo merupakan kelompok tani pertama dan tertua di Desa Bulupasar. Jumlah petani cabai rawit di Desa Bajupasar adalah 89. Namun dari sejumlah petani tersebut, 21 petani tidak menanam cabai rawit pada tahun 2009 dan 27 petani tidak menanam cabai pada tahun 2010. Dan sisanya, yakni 41 petani menanam cabai rawit pada periode  tahun 2009 dan 2010. Inilah yang diambil sebagai responden dan disebut sebagai 41 petani responden, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian, yakni membandingkan produksi dan pendapatan petani cabai rawit tahun 2009 dan 2010. 
  1. Analisis Data
Metode Analisis Data Terdapat dua macam metode yang digunakan oleh peneliti terdahulu yaitu, analisis kualitatif dan kuantitatif.
  1. Analisis Kualitatif (Deskriptif) Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan data secara sistematik, akurat, normatif, dan naratif mengenai fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti, yakni dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Kegiatan yang terjadi secara bersamaan dalam proses pendeskripsian ini antara lain: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
  2.  Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Analisis Biaya Usaha tani (Total Cost/ TC) b. Analisis Penerimaan Total Usahatani (Total Revenue/ TR) c. Analisis Pendapatan/ Keuntungan Usaha tani (Π) d. Analisis Uji Beda Rata-rata.

Hasil dan Pembahasan

 Pengetahuan Petani tentang Perubahan Iklim
      Dari penelitian yang telah dilakukan, pengetahuan responden mengenai perubahan iklim dinyatakan dengan “Ya” dan “Tidak”. Kemudian, responden memaparkan sedikit pendapatnya tentang perubahan iklim bagi responden yang menyatakan tahu (ya), seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini;
Tabel 1. Pengertian Responden Tentang
            Perubahan Iklim
Pengetahuan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Ya
35
85,37
Tidak
6
14,63
Jumlah
41
100,00
Dari 41 responden, 35 diantaranya mengetahui perubahan iklim. Terminologi yang dikemukakan (menurut pendapat petani itu sendiri) juga cukup tepat. Rata-rata responden menyebutkan perubahan iklim adalah berubah dan bergesernya musim dari kemarau menjadi banyak hujan.
         Pengetahuan responden ini berasal dari pengalaman. Hanya sebagian saja responden yang mengetahui perubahan iklim dari televisi. Sedangkan responden yang tidak mengetahui pengertian perubahan iklim diketahui sebanyak 6 orang. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan petani akan hal baru seperti perubahan iklim. Tingkat pendidikan yang relatif masih rendah membuat petani merasa kesulitan untuk menjelaskan suatu kasus atau persoalan yang tengah dihadapi. Tidak mengetahui pengertian perubahan iklim, bukan berarti tidak merasakan adanya perubahan iklim itu sendiri. Seluruh responden menyatakan telah merasakan adanya perubahan iklim beserta dampaknya (Maulidah, at.al.,2012).
Tabel 2. Responden yang Merasakan Adanya
             Perubahan Iklim
Pengetahuan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Merasa
41
100
Tidak
0
0
Jumlah
41
100
Dari table di atas diketahui bahwa 100% responden merasakan adanya perubahan iklim terhadap tanaman cabainya, yang menimbulkan sikap yang berbeda dari masing-masing petani dalam menyikapi kejadian perubahan iklim tersebut.

Sikap Petani Terhadap Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang berdampak terhadap tanaman cabai rawit menimbulkan berbagai sikap dan tindakan yang dilakukan oleh para petani di Indonesia, terutama di tempat penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, terlihat seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Sikap Responden Terhadap Perubahan
             Iklim
Sikap
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Menambah Perlakuan (perawatan)
13
31,70
Pencabutan
5
12,20
Pembiaran
23
56,10
Jumlah
41
100,00
Dari data yang diperoleh oleh responden sikap yang paling banyak oleh para petani terhadap tanaman cabainya yaitu membiarkan tanamnnya tanpa melakukan tindakan lainny sebesar 56%, sedangkan ada 23% responden melakukan penambahan perlakuan perawatan terhadap tanamannya, sikap positif ini ditunjukkan dengan melakukan tindakan nyata berupa perawatan tanaman cabai rawit lebih intensif karena berharap akan menjadi lebih baik dari kondisi yang semula kurang bagus.
         Perlakuan positif yang dilakukan oleh petanidalam perawatancabai rawit antara lain: penyulaman tanaman, penambahan frekuensi penyemprotan pupuk daun, lebih kerap melakukan penyiangan dan penggulu dan, dan memperbaiki drainase lahan. Dengan perlakuan-perlakuan tersebut, petani mampu mempertahankan kondisi tanaman cabai rawitnya. Sedangkan terdapat 12,20% yang memilih untuk melakukan pencabutan terhadap tanaman cabai rawitnya, Hal tersebut dilakukan karena responden merasa gagal melakukan usaha tani cabai rawit pada musim tanam tahun 2010 dengan indikator, pertumbuhan tanaman di lahan terhambat. Selain itu, mereka juga berpikir jika menambah perlakuan, justru akan menambah biaya, namun produksi tetap menurun.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi dan Harga Cabai Rawit
Produksi usaha tani cabai rawit merupakan hasil panen yang diperoleh dalam satu kali musim tanam cabai rawit dalam luasan 1 ha. Dari hasil penelitian pada panen musim tanam tahun 2009 ke tahun 2010, menunjukkan bahwa adanya penurunan produksi cabai rawit. Penurunan tersebut dapat dilihat dari Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Jumlah Produksi per Ha dan Harga
            Cabai Rawit
Uraian
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
Produksi (kg)
1.237
615
Harga (Rp)
8.427
54.146
pada Tabel 4 di atas, dapat disimpulkan, bahwa perubahan iklim memberikan pengaruh yang kuat terhadap jumlah produksi cabai rawit. Hal tersebut terkait dengan jumlah curah hujan yang tinggi menyebabkan produksi yang semula mencapai 1.237 kg pada tahun 2009 turun menjadi 615 kg di tahun 2010, atau terjadi penurunan produksi sebesar 49,72%.
            Penurunan produksi cabai rawit memberikan dampak harga cabai rawit yang mengalami peningkatan harga per kilo gramnya. Tahun 2010, rata-rata harga cabai rawit justru mengalami peningkatan menjadi Rp54.146,- /kg atau naik sebesar 642,53%,  yang semula hanya Rp8.427,-/kg pada tahun 2009, dalam hal ini hukum permintaan ternyata berlaku yaitu jika persediaan barang terbatas atau turun, maka harga akan mengalami kenaikan. Jadi perubahan iklim merupakan salah satu penyebab berkurangnya pasokan cabai rawit sehingga harga cabai menjadi meningkat. Sedangkan penjelasan tentang penurunan produksi, dapat dijabarkan sebagai berikut;

Analisis Produktifitas
Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Pada Tabel 5 berikut ini disajikan rata- rata produktivitas usaha tani cabai rawit. Bahwa terjadi penurunan produksi cabai rawit di lokasi penelitian hingga 50,28%, dari 1.237 kg di tahun 2009 menjadi 615 kg di tahun 2010.

Tabel 5. Produktifitas Usahatani Cabai Rawit
Uraian
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
Produksi (kg)
1.237
615
Luas lahan (ha)
0,329
0,28
Produktivitas (kg/ha)
3,512
2,072
Table 5 dapat menunjukan bahwa perubahan iklim memengaruhi produktifitas dari tanaman cabai yaitu menyebabkan turunnya produktifitas hasil panen cabai rawit di daerah penelitian, yaitu dari tahun 2009 jumlah produktifitasnya sebesar 3.512kg/ha, turun menjadi 2.072kg/ha di tahun 2010.
         Perubahan iklim yang ditandai dengan peningkatan curah hujan membawa dampak buruk pada tanaman cabai rawit di awal masa pertumbuhannya. Musim tanam di lokasi penelitian terjadi pada awal Bulan Juli sampai dengan September. Pada bulan-bulan yang sama, terjadi peningkatan curah hujan di lokasi penelitian. Hal ini yang menjadi alasan utama terjadinya penurunan produksi karena tanaman banyak yang layu dan kemudian mati. Hujan yang terus terjadi hingga Bulan Desember, mengakibatkan rontoknya bunga tanaman cabai rawit.
         Selain memengaruhi kuntitas cabai , perubahan iklm juga berpengaruh terhadap kualitas cabai rawit jika pada tahun 2009 kualitas cabai rawit dikatakan bagus dengan pertumbuhan yang normal, maka berbeda pada tahun 2010 yang kualitasnya menurun meskipun ukuran buahnya lebih besar namun buahnya rusak . Penurunan kualitas ini ditandai dengan semakin banyaknya buah yang busuk dengan ciri tanaman lebih pendek dan daun keriput.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Pendapatan Petani Cabai Rawit
  1. Analisis Biaya Usahatani Cabai Rawit
 Biaya total (TC) merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) yang telah dikeluarkan oleh petani cabai rawit dalam satu kali masa tanam.

Tabel 6. Biaya Total Usahatani Cabai Rawit
             Per ha
Uraian Biaya
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
B. Tetap (TFC)
Rp1.612.257,-
Rp1.651.630,-
B.Variabel (TVC)
Rp5.669.215,-
Rp5.944.745,-
B.Total
Rp7.281.472,-
Rp7.596.375,-
 Data pada Tabel 6 menginformasikan kenaikan biaya total pada usaha tani cabai rawit di lokasi penelitian. Jika pada tahun 2009, biaya total sejumlah Rp 7.281.472,- meningkat  menjadi Rp 7.596.375,- pada tahun 2010. Hal tersebut terjadi karena kenaikan pada biya tetap maupun biaya variabel pada tanaman cabai rawit.
  1.  Analisis Penerimaan
Penerimaan (TR) usahatani cabai rawit diperoleh dari hasil kali antara produksi cabai rawit dengan harga jualnya.

Tabel 7. Penerimaan Usahatani Cabai Rawit
             Per Ha
Uraian
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
Produksi (kg)
1.237
615
Harga (Rp)
8.427
54.146
Penetimaan (Rp)
10.258.305
36.924.512
Dari Tabel 7 menunjukan penerimaan total         responden meningkat dari tahun 2009 ke tahun 2010, yaitu rata-rata penerimaan sejumlah Rp10.258.305,-, pads tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi Rp36.924.512,-. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga yang cukup tinggi (mencapai 642,53%), yaitu dari Rp8.427,-/kg pada tahun 2009 menjadi Rp54.146,-/kg pada tahun 2010.
           Kenaikan harga cabai dipicu oleh produksi cabai rawit yang menurun drastis hingga 50,28% dari tahun sebelumnya. Hal ini juga sama terjsdi di daerah sekitar penelitian yang juga mengalami penurunan hasil panen cabai rawit oleh karena itu kelangkaan terjadi secara bersamaan di  wilayah Kabupaten Kediri dan sekitarnya. Kelangkaan ini yang pada akhirnya menyebabkan kebutuhan lokal tidak terpenuhi dan kenaikan harga cabai rawit tidak dapat dihindari.

Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Rawit  
            Pendapatan/keuntungan usahatani cabai rawit merupakan selisih dari penerimaan total (TR) dengan seluruh biaya yang telah dikorbankan (TC).


Tabel 8. Pendapatan Usahatani Cabai Rawit
             Per Ha
Uraian
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
Penerimaan (Rp)
10.258.305
36.924.512
Biaya Total (Rp)
8.281.472
7.596.375
Pendapatan (Rp)
2.976.833
29.329.137

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa pendapatan yang diterima petani meningkat hingga 10 kali lipat dari tahun sebelumnya, jika pada tahun sebelumnya (2009) pendapatan petani cabai rawit di daerah adalah sebesar Rp2.976.833,- maka pada tahun 2010 mengalami kenaikan Rp29.328.137,-. Peningkatan pendapatan ini disebabkan karena kenaikan harga cabai rawit hingga Rp45.719,-/kg.
Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Petani Cabai Rawit
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara pendapatan petani pada tahun 2009 dan tahun 2010, dengan menggunakan taraf signifikansi, α = 5% atau α = 0,05. Alat analisis yang digunakan dalam analisis uji beda rata-rata adalah Uji Wilcoxon. Hasil dari pengujian dengan uji Wilcoxon disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan uji wilcoxon pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa dari 41 petani responden, 5 di antaranya mengalami penurunan pendapatan, dan 36 petani responden mengalami peningkatan, sedangkan yang tetap tidak ada.      
           Hasil uji wilcoxon pada Tabel  9 juga diperoleh nilai signifikasi sebesar α= 0,000. Oleh karena taraf signifikansi (α) pada perhitungan lebih kecil dari taraf signifikansi (α) yang ditetapkan yaitu 5% atau 005 (0,000 < 0,05), maka dapat dinyatakan bahwa tolak H0 dan terima H1, yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara pendapatan petani cabai rawit pada tahun 2009 dengan tahun 2010 di lokasi penelitian. Sehingga dapat di simpulkan, bahwa pada tahun 2010 pendapatan petani cabai rawit di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri mengalami peningkatan.

Kesimpulan dan Saran
Dari pembahasan yang telah dilakukn dapat disimpulkan bahwa;
  1. Petani cabai rawit  di Desa Pugupasar sebagian besar mengerti tentang arti perubahan iklim dan para petani semua merasakan dampak adanya perubahan iklim terhadap produktifitas tanaman cabai rawit. Sikap yang dilakukan oleh para petani pling banyak dengan adanya perubahan iklim terhadap tanaman cabai rawit yaitu yaitu membiarkan tanamnnya tanpa melakukan tindakan lainnya sebesar 56%, sedangkan ada 23% responden melakukan penambahan perlakuan perawatan terhadap tanamannya, dan sisanya mencabut tanaman yang belum berbunga. Dari ketiga sikap yang dilakukan oleh para petani, yang paling untung adalah yang tetap melakukn perawatan terhadap tanamannya, karena para petani tersebut dapat menghasilan yang besar.
  2. Perubahan iklim memberikan pengaruh yang kuat terhadap jumlah produksi cabai rawit. Hal tersebut terkait dengan jumlah curah hujan yang tinggi menyebabkan produksi cabai rawit mengalami penurunan produksi dari tahun 2009 mencapai 1.237 kg ke tahun turun menjadi 615 kg, atau terjadi penurunan produksi sebesar 49,72%.  Sedangkan penurunan jumlah produksi cabai rawit menyebabkan naiknya harga cabai rawit, yang semula hanya Rp 8.427,-/kg pada tahun 2009, harga naik menjadi Rp 54.146,-/kg atau naik sebesar 642,53%.
  3. Perubahan iklim menyebabkan meningkatnya pendapatan petani cabai rawit di Desa Bulupasar pada tahun 2010  yaitu dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp29.328.137,-, di tahun sebelumnya pendapatan rata-rata hanya mencapai Rp2.976.833,-.  Dan berdasarkan uji Wilcoxon terdapat perbedaan signifikan antara pendapatan petani cabai rawit pada tahun 2009 dengan tahun 2010 di lokasi penelitian. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pada tahun 2010 pendapatan petani cabai rawit di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri mengalami peningkatan.

Saran bagi para petani cabai rawit dengan adanya perubahan iklim antara lain;
1.      Para petani lebih bijak lagi dalm menghadapi perubahan iklim yang terjadi pada tanaman, sehingga meskipun terjadi perubahn iklim para petani dapat mengambil keputusan yng tepat dan lebih menguntungkan, sebgai contoh ketika terdapat perubahan iklim petani tetap harus merawat tanamannya dengan baik agar tetap  mendapatkan hasil yang maksimal.
2.      Petani harus lebih selektif dan harus bisa mengatur perhitungan administrasi dalam melakukan usaha tani, contoh, petani harus menghitung biaya yang digunakan dalam usaha tani dan mencatat penghasilan yang ada sehingga dapat dipergunakan untuk pertimbangan usaha selanjutnya yang lebih baik lagi.
3.      Bagi pihak pemerintah sebaiknya ikut serta membantu dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim terhadap sektor pertanian dengan ikut serta memberikan solusi dan cara mitigasi maupun adaptasi terhadap para petani.

Daftar Pustaka

Adams, R. M., B. H., Lenhart, S., & Leary, N. (1988). Effects of global climate change on agriculture: an interpretative review. Clim Res Vol. 11: 19–30, 1998, 19-30.
Adger, W.N., 2001. Scales of governance and environmental justice for adaptation and mitigation of climate change. Journal of International Development, 13, 7, 921-931.
Ariyanto, S. E. (2010). Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktifitas Kacang Hijau ( Phaseolus radiatus L.) di Lahan Kering. Dampak Perubahan Iklim , 1-10.
Calzadilla, A., Katrin Rehdanz a, c., d, R. B., d, P. F., Wiltshire, A., & And Richard S.J. Tol e, f. (2010). Climate Change Impacts on Global Agriculture. Working Paper FNU-185.
IPB, B., Kementrian Pertanian, dan Pemerintah Kabupaten Indramayu, 2009. Penggunaan Informasi Iklim dalam Manajemen Risiko Iklim.
IPPC. (2001). Climate Change 2001: The Scientifik Basic. Cambridge: Cambridge University Press.
Maulidah, S., Santoso, H., Subagyo, H., & Rifqiyyah, F. (2012). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi dan Pendapatan Usaha Cabai Rawit. SEPA : Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 – 182, 51-182.
Muslim, C. (2013). Mitigasi Perubahan Iklim Dalam Mempertahankan Produktifitas Tanah Padi Sawah (Studi Kasus di Kabupaten Indramayu). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.13 (3) 211-222 , 211-222.
Nations, U. (1992). United Nations Framework Convantion. New York.
Nurdin. (2010.). Antisipasi Perubahan Iklim Untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan. 1-10.
Silvana Maulidah, at.al.,. (2012). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi dan Pendapatan Usaha Tani Cabai Rawit. SEPA: Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 – 182 , 139.
Stocker, Thomas F.; et al. 7.5.2 Sea Ice . Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change . Intergovernmental Panel on Climate Change. Diakses pada 11 Februari 2007.























































No comments:

Post a Comment