السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Semoga keselamatan tercurah atas kamu sekalian beserta rahmat dan barokah Allah

Sunday, September 13, 2015

PERAN UMKM SEKTOR HOSPITALITY TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI

Agus Miyanto
  1. Green Economy Study Program, Green Economy and Digital Communication Faculty, Surya University, Gedung 01 Scientia Business Park Jl Boulevard Gading Serpong Blok O/1, Tangerang, 15810, Indonesia
  2. Kelompok 2

Abstrak
Penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana Peran dan Upaya UMKM Hospitality (Perdagangan, Perhotelan dan Restoran) terhadap perekonomian Indonesia dalam Globalisasi. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UMKM sektor Hospitality mampu bersaing dalam persaingan Global, dan  UMKM Sektor Hospitality  adalah salah satu usaha  yang berperan penting terhadap perekonomian nasional yang memberikan kontribusi positif pada sektor ekonomi, terutama terhadap pertumbuhan  PDB Indonesia, para pelaku usaha Hospitality harus melakukan upaya untuk terus  mengembangkan usaha hospitality di Indonesia agar mampu bersaing dalam sekala global karena dengan adanya globalisasi persaingan di tingkat dunia semakin ketat.
Kata Kunci: UMKM sektor Hospitality, Peran, galobalisasi

Abstract
Research is to determine how the role and efforts of SMEs Hospitality (Trade, Hospitality and Restaurant) on the Indonesian economy in Globalization. The research method in this study using literature. The results of this study indicate that the hospitality sector SMEs can compete in the global competition, and the SME sector Hospitality is one of the businesses that are important to the national economy which make a positive contribution to the economy, especially on the growth of Indonesia's GDP, Hospitality business people should make an effort to continue to develop the hospitality business in Indonesia in order to compete in a global scale due to the globalization of competition at world level is getting tougher.
Keywords: Hospitality sector SMEs, Role, globalization





1.      Pendahuluan

1.1  Latar Belakang
Globalisasi merupakan suatu perkembangan yang tidak dapat dicegah ataupun dihindari oleh suatu Negara. Dalam buku Globalization Menurut Carnegie Endowment, globalisasi adalah proses interaksi dan integrasi antarindividu, perusahaan dan Negara-negara yang berbeda kebangsaan atau sebuah proses yang didorong oleh perdagangan internasional dan investasi serta dibantu oleh teknologi informasi (Boundreaux, 2008). Dengan[l1]  adanya globalisasi akan memengaruhi dalam berbagai aspek diantaranya, Kecenderungan semakin kuatnya ikatan ekonomi, politik, teknologi dan budaya yang menghubungkan berbagai individu, komunitas, perusahaan dan pemerintahan di seluruh dunia.
Dengan adanya globalisasi sebuah Negara diharuskan untuk mampu bersaing menghadapi tantangan yang ada. Salah satu tantangan dalam globalisasi adalah tantangan dalam bidang ekonomi. Di Indonesia kesiapan dalam menghadapi tantangan globalisasi semakin nyata, hal itu dapat dirasakan dengan adanya kebijakan Impor, maupun perdagangan bebas antar Negara, serta organisasi antar Negara seperti AFTA. Dengan adanya hal tersebut Indonesia harus semakin siap untuk menghadapi tantangan yang ada.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan adanya globalisasi adalah dengan meningkatkan sektor perekonomian yang ada di Indonesia. Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi (Bank Dunia, 2005). Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu kegiatan usaha yang telah mampu bertahan dalam menghadapi sebuah tantangan global yang ada di Indonesia. UMKM telah mampu bertahan dalam menghadapi krisis yang terjadi di Indonesia, dan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia secara dinamis. UMKM pada saat ini menjadi sesuatu yang penting dalam menopang pilar perekonomian.  Sektor UMKM menjadi salah satu segmen bisnis vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kuantitas UMKM (jumlah UMKM) adalah suatu potensi besar di dalam perekonomian.  Jumlah unit usaha meningkat dari 49.021.803 unit pada tahun 2006 menjadi 56.534.592 unit pada tahun 2012, terjadi kenaikan 15,3%.
Penggolongan utama (pokok) sektor ekonomi yang meliputi UMKM di Indonesia terbagi menjadi 9 sektor (Depkop, 2011). UMKM sektor Perdagangan, Lestoran, dan Perhotelan (Hospitality) merupakan salah satu sektor UMKM yang ada yang memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi  di Indonesia, dari 9 sektor yang ada, pada  tahun 2013 sektor Hospitality memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 1,07% dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,78% (BPS, 2014).
Oleh karena diperlukan sebuah strategi dan upaya agar kontribusi yang positif tersebut selalu terjaga dan dapat meningkat agar UMKM sektor Hospitalisasy mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan mampu untuk menghadapi tantangan globalisasi.
1.2  Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti merumuskan masalah tentang bagaimana upaya meningkatkan peran UMKM sektor Hospitality dalam menghadapi globalisasi?
1.3  Tujuan Peneliatian
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui upaya meningkatkan peran UMKM sektor Hospitality dalam menghadapai globalisasi.
1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk Meningkatkan kontribusi UMKM sektor Hospitality terhadap perekonomian di Indonesia dalam menghadapi globalisasi.
2.      Metode Penelitian

2.1  Landasan Teori
2.1.1  Pengertian UMKM
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM memiliki definisi sebagai berikut:
a.       Usaha Mikro Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan  dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh  juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
b.       Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c.        Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar yang memiliki kriteria, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.1.2  Usaha Hospitality
Hospitality industry meliputi berbagai bidang, meliputi bisnis hotel, restoran, fast food, juga bisnis persewaan mobil. Secara umum, industri ini mendominasi penggunaan mode franchising dan manajemen kontrak untuk mengembangkan usahanya menjadi bisnis multinasional (Geoffrey, 2004).
Penggunaan tatanan kontrak manajemen dan franchising di bidang perhotelan memberikan juga keuntungan dalam hal periklanan. Pengusaha hotel periklanan hanya perlu dilakukan oleh jaringan hotel saja, selebihnya promosi dilakukan dari dalam melalui kepuasan atas pelayanan (Dunning, 1993 ). Mode yang diterapkan ini tak ayal membentuk sebuah chains of hotels, yang pada perkembangan berikutnya persaingan antara jaringan hotel jauh lebih signifikan dibandingkan dengan persaingan antar hotel itu sendiri. Pada industri perhotelan, keunggulan spesifik perusahaan adalah sistem reservasi global dan ekuitas brand yang memungkinkan operator ekonomi dengan lingkup dan skala internasional dalam memberikan tawaran kepada pebisnis saat bepergian ke luar negeri.
2.1.3  Strtegi bisnis tingkat global menurut Hitt, Ireland, dan Hoskisson
Dalam menyongsong globalisasi maka sebuah perusahaan atau usaha dapat menerapkan strategi-strategi dalam usahanya (Rina, 2003). Menurut (Hitt, Ireland, & Hoskisson, 2011) dalam bukunya Consept Strategy Management Competitiveness and Globalization, Ninth Edison dalam menghadapi globalisasi dapat menerapkan strategi-strategi:
a.       Analisa lingkungan  eksternal
Lingkungan eksternal perusahaan seringkali bersifat menantang dan kompleks, perusahaan harus mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada dalam lingkungan eksternal mereka. Lingkungan eksternal ada dua bagian yaitu lingkungan umum mencakup lima segmen: demografi, ekonomi, politik hukum, sosial budaya dan teknologi. Bagian ke dua yaitu lingkungan industri: faktor-faktor ancaman masuknya peserta / pelaku baru, kekuatan posisi pemasok, kekuatan posisi pembeli, ancaman produk pengganti dan intensitas persaingan. Manajer harus mengerti posisi perusahaan mereka, relatif terhadap pesaing, dalam hal dimensi strategi yang penting.
b.       Analisis Lingkungan Internal
Karena perekonomian global, sumber keunggulan bersaing tradisional, mencakup biaya, tenaga kerja, biaya modal dan bahan baku menjadi tidak efektif secara relatif. Para manajer dievaluasi dalam hal kemampuan mereka untuk mengidentifikasikan, memelihara dan menggunakan kompetensi inti perusahaan mereka. setiap perusahaan ditantang untuk menggunakan keunggulan bersaing yang dimiliki saat ini sementara secara bersamaan juga menggunakan sumber daya, kemampuan dan kompetensinya untuk mengembangkan keuntungan yang relevan di masa depan.
c.        Strategi Tingkat Bisnis
Strategi tingkat bisnis (business level strategy) menekankan tindakan yang harus diambil untuk menyediakan nilai bagi konsumen dan mendapatkan keunggulan bersaing melalui pendayagunaan kompetensi inti dalam pasar suatu produk tertentu. Kompetensi inti merupakan sumber daya dan kemampuan yang telah ditentukan sebagai sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan terhadap pesaingnya. Strategi tingkat bisnis, yang merupakan tindakan terkoordinasi dalam pasar produk tertentu. Keunggulan biaya, pembedaan, biaya rendah terfokus, pembedaan terfokus dan biaya rendah / pembedaan terintegrasi merupakan lima strategi yang harus dilakukan.
d.       Strategi Tingkat Perusahaan
Strategi tingkat perusahaan (corporate level strategy) adalah tindakan yang diambil untuk mendapatkan keunggulan bersaing melalui pemilihan dan pengolahan sejumlah bisnis / usaha yang bersaing dalam beberapa industri atau pasar produk. Strategi tingkat perusahaan berhubungan dengan dua pertanyaan: usaha apa yang harus dipilih perusahaan dan bagaimana perusahaan harus mengolah seluruh usahanya.
e.        Strategi Internasional
Strategi internasional berhubungan dengan penjualan produk kepada pasar diluar pasar domestik perusahaan. Strategi internasional biasanya berusaha memanfaatkan empat peluang penting: potensi peningkatan ukuran pasar, peluang pengembalian investai yang besar, skala ekonomis dan pengetahuan dan potensi keunggulan lokasi.
f.        Kepemimpinan Strategi
Kepemimpinan strategis mencakup penentuan arah strategis, pemanfaatan dan pemeliharaan kompetensi inti, pengembangan modal manusia, pemeliharaan budaya korporat yang efektif, penekanan praktek-praktek etis, dan pembangunan pengendalian strategis.

2.2  Hipotesis
UMKM sektor Hospitality di Indonesia akan tetap bertahan dan siap dalam menghadapi globalisasi sehingga dapat memberikan kontribusi yang semakin baik untuk perekonomian di Indonesia.
2.3  Metode Penelitian dan Teknik
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan teknik studi pustaka menggunakan sumber buku, jurnal, maupun analisis data dari website.

3.      Pembahasan dan Intepretasi Data
3.1  Membangun Bisnis Hospitality
Keberhasilan setiap bisnis perhotelan terutama tergantung pada rencana pembangunan. Pengembangan bisnis mencakup berbagai macam kegiatan yang membuat baru atau diubah penawaran, pasar, organisasi dan proses. Hal ini meningkatkan penjualan, meningkatkan kepuasan pelanggan, menambah kualitas, mengurangi biaya dan mencapai banyak manfaat untuk organisasi. Agar organisasi perhotelan menjadi sukses, pengembangan usaha perlu dimasukkan ke dalam tujuan dan sasaran bisnis perusahaan. Oleh karena itu, pengembangan bisnis harus menjadi bagian strategis dari rencana bisnis tahunan organisasi perhotelan. Ketika sebuah organisasi perhotelan memutuskan untuk mengembangkan bisnisnya, biasanya dipengaruhi oleh berbagai motif. Motif ini dapat diklasifikasikan sebagai reaktif / proaktif atau internal / eksternal (Ahmed, Crispin, & Alan, 2010).
3.2  Peran UMKM Sektor Hospitality di Indonesia
Pertumbuhan bisnis sektor UMKM selama lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang cukup positif sekitar 2,5% setiap tahunnya. Menurut data yang diolah dari Kementerian Koperasi dan UKM dari tahun 2005 jumlah usaha yang memiliki kategori sektor UMKM dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan sebesar dari tahun 2005 sebesar 47 juta usaha menjadi 56,5 juta sampai dengan tahun 2012.

Dari data tersebut dapat disimpulkan pada tiga tahun terakhir pertumbuhan UMKM sebesar 2,7 juta atau pertumbuhan 2,5% per tahunnya. Pertumbuhan UMKM ini didorong oleh pertumbuhan perekonomian negara secara umum 5—6%  per tahunnya yang secara signifikan diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaaan negara dalam bentuk pajak, selain mampu menyerap tenaga kerja baik yang kurang terdidik maupun pembukaan lapangan pekerjaan baru, meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial yang tinggi. 
Untuk UMKM sektor Perdagangan, Perhotelan dan Restoran (Hospitality), berdasarkan data Perkembangan Jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2010-2011 memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor pertanian (Lampiran 1).
Lampiran 1:
Hal tersebut tak lepas dari tingginya dukungan pembiayaan perbankan. Dukungan akses pendanaan perbankan tersebut  menjadi salah satu faktor peningkatan perkembangan sektor perdagangan UMKM. Realisasi KUR dari tahun 2007-2012 melalui 7 bank nasional telah mencapai Rp. 89,97 triliun dan diberikan kepada 7.161.021 debitur dimana penyaluran di sektor perdagangan mencapai Rp. 49 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 4,8 juta. Adapun sektor perdagangan di tahun 2014 masih akan menjadi target penyaluran kredit UMKM bagi banyak bank dikarenakan sektor perdagangan merupakan sektor yang ekonomis usahanya dapat terukur.
Sedangkan untuk distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Sektor perhotelan merupakan salah satu sektor dari ke tiga sektor yang memiliki peranan penting terbesar ke-dua dari 9 sektor UMKM yang ada di Indonesia, Tiga sektor utama yaitu Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertanian, dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mempunyai peranan sebesar 52,45 persen pada tahun 2013. Sektor Industri Pengolahan memberikan kontribusi sebesar 23,69 persen, Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran memberikan kontribusi masing-masing sebesar 14,43 persen dan 14,33 persen (BPS, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2014).
Dalam penyerapan tenaga kerja yang ada UMKM menyerap banyak tenaga kerja.  Penyerapan tenaga kerja memperlihatkan kenaikan, dari 87.909.598 tenaga kerja di tahun 2006 menjadi 107.657.509 tenaga kerja UMKM di tahun 2012. Terjadi kenaikan 22,5% jumlah tenaga kerja dari 2006 hingga 2012, menunjukkan bahwa UMKM mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang selanjutnya dapat membantu perekonomian dalam hal pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di daerah. Rata-rata per tahun, UMKM dapat memberikan peluang pekerjaan bagi 96.774.125.71 orang, atau 97,2% dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. UMKM pada saat ini menjadi sesuatu yang penting dalam menopang pilar perekonomian. Sektor UMKM menjadi salah satu segmen bisnis vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kuantitas UMKM (jumlah UMKM) adalah suatu potensi besar di dalam perekonomian.  Jumlah unit usaha meningkat dari 49.021.803 unit pada tahun 2006 menjadi 56.534.592 unit pada tahun 2012, terjadi kenaikan 15,3% . Rata-rata tiap tahun, jumlah unit UMKM mencapai 99,99% dari total pelaku usaha nasional tiap tahunnya.
3.3  Peluang Sektor Hospitality Indonesia dalam Globalisasi
Globalisasi memberikan perubahan dan dampak dalam berbagai hal, salah satunya adalah adanya globalisasi dalam bidang ekonomi yang semakin membuka peluang pengusaha asing untuk turut bekompetisi dalam menjariing konsumen lokal. Begitu juga dengan para pelaku usaha lokal yang bias mendapatkan peluang untuk bersaing dengan para pelaku usaha luar negeri.  Dampak globalisasi menyebabkan industri jasa yang terdiri dari berbagai macam industri seperti telekomunikasi, transportasi, perbankan, dan perhotelan berkembang dengan cepat.  Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengalami pertumbuhan dalam pembangunan perhotelan. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) akhir 2014 lalu menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah hotel baik berbintang maupun non bintang terus mengalami peningkatan. Jika tahun 2012 jumlah hotel berbintang sebanyak 1.623 hotel dengan kapasitas kamar sebanyak 155.740, maka tiga tahun kemudian atau tahun 2014, bertambah menjadi 1.996 hotel dengan jumlah kamar sebesar 195.886 unit. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan meningkatnya jumlah tamu per hari dalam tiga tahun terakhir. Dari 104.062 jumlah tamu per hari di tahun 2012, menjadi 133.989 tamu per hari di tahun 2014.
Tingginya supplay sektor hotel menempatkan Indonesia di urutan ketiga negara dengan pembangunan hotel terbanyak di kawasan Asia Pasifik menurut STR Global yang dirilis akhir 2014 lalu. Menurut lembaga yang fokus pada industri hotel internasional tersebut, sepanjang November 2014, Indonesia telah membangun sebanyak 28.806 kamar hotel baru. Angka ini mengalahkan Malaysia, Jepang, dan Filipina.
Hal ini menunjukan bahwa Indonesia tetap mampu bersaing dalam persaingan global dengan Negara lain dalam usaha sektor Hospitality dan hal ini memberikan peluang dalam sektor hospitality di Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
4.      Kesimpulan dan Saran
4.1  Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.       Untuk mencapai sebuah kesuksesan dalam melakukan bisnis Hospitality maka diperlukan sebuah rencana pembangunan, serta pengembangan bisnis dengan memasukannya kedalam tujuan dan sasaran organisasi perusahaan.
2.       Perkembangan bisnis UMKM di Indonesia dari tahun 2009—2012 senantiasa mengalami peningkatan yang siknifikan, rata-rata setiap tahun dapat meningkat sebesar 2,5 % dan peningkatan ini salah satunya ditunjukan dengan peran  UMKM sektor Hospitality ( Perdagangan, Perhotelan, dan Restoran) yang begitu penting  terhadap perekonomian di Indonesia, dari tahun 2011-2013 UMKM sektor Hospitality selalu mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang baik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), di tahun 2013 dari jumlah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,57% dari 9 sektor UMKM, UMKM sektor Hospitality mampu memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 1,07%,  angka ini mengindikasikan bahwa UMKM sektor Hospitality memberikan peranan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karenanya harus senantiasa di jaga, dan dikembangkan agar dapat bertahan bahkan dapat meningkat dalam memberikan kontribusi yang positif untuk kemajuan perekonomian di Indonesia.
3.       Dengan kemajuan yang positif setiap tahunnya, UMKM sektor Hospitality di Indonesia mampu bersaing dengan Negara lain, hal itu dapat terlihat dari penelitian yang dilakukan  STR Global yang merupakan lembaga yang fokus pada industri hotel internasional, Indonesia sebagai Negara pembangun hotel terbanyak ke 3 di Asia Pasifik pada Desember akhir 2014, dan juga hal itu di ikuti dengan semakin meningkatnya jumlah pengunjung hotel per hari yang semakin meningkat selama 3 tahun terakhir di tahun 2014.
4.2  Saran
Adapun beberapa saran Untuk mempertahankan dan meningkatkan peran UMKM sektor Hospitality terhadap perikonomian di Indonesia adalah sebagai berikut:
  1. Saran terhadap Pemerintah
a.       Pemerintah harus memberikan dukungan terhadap para pelaku UMKM sektor Hospitality di Indonesia, seperti dengan memberikan modal terhadap para pelaku UMKM agar dapat mengembangkan usaha yang dilakukannya.
b.       Memberikan kemudahan kepada para pelaku UMKM sektor Hospitality dalam melakukan perijinan Usaha dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
c.        Memberikan pelatihan khusus yang dapat meningkatkan kwalitas Sumber Daya Manusia sehingga mampu untuk bersaing di kancah global.
d.       Mendukung para pelaku UMKM ketika bekerjasama dengan Negara lain yang mampu memberikan dampak yang baik yang saling menguntungkan.
  1. Saran terhadap Para Pelaku UMKM Sektor Hospitality
a.       Meningkatkan kwalitas produk yang ditawarkan, seperti dalam hal perhotelan maka harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pelanggan, memberikan tempat yang bersih, nyaman,, dan aman serta memberikan fasilitas yang lengkap dan didukung dengan teknologi yang  dapat memberikan kemudahan dan  kepuasan kepada para pelanggan.
b.       Dalam usaha perhotelan dibutuhkan strategi untuk memperkenalkan penginapan kepada semua orang. Langkah yang efektif adalah melalui jaringan sosial media yang mampu menjangkau seluruh orang di dunia. Dengan menerapkan strategi menempatkan pegawai khusus untuk menginformasikan, menerima masukan, maupun menjawab kritikan dari para tamu. Upaya ini dinilai lebih cepat merespons pertanyaan maupun pernyataan dari setiap tamu.
c.        Melakukan seleksi yang ketat saat penerimaan karyawan dengan menerapkan standarisasi sehingga dapat terpilih sumber daya manusia yang berkualitas, dan mampu berdaya saing secara global.
d.       Para pelaku Usaha UMKM memfokusankan seluruh sumber daya hanya pada unit usaha yang berprospek dan menguntungkan serta sesuai dengan nilai-nilai maupun kepentingan strategis jangka panjang. Pemilihan pemfokusan ini dapat dilakukan berdasarkan evaluasi atas beberapa kriteria tertentu seperti, prospek atau nilai usaha dan kesesuaian dengan visi dan misi Perusahaan.
e.        Meningkatkan daya saing berkelanjutan salah satunya melalui peningkatan perluasan jaringan kerjasama global. Melakukan pelatihan dan pendidikan kepada para karyawan untuk meningkatkan pengetahuan, kwalitas pelayanan dalam kerja, ketrampilan dalam melakukan pekerjaanya sehingga dapat memberikan kontribusi yang terbaik bagi perusahaan.
f.        Melakukan inovasi- inovasi dalam menjalankan usahanya, seperti melakukan inovasi dalam menyediakan fasilitas,  Inovasi Produk, Inovasi Proses, Inovasi Organisasional dan Inovasi Pemasaran.
Daftar Acuan
Ahmed, H., Crispin, D., & Alan, C. (2010). Hospitality Business Development. In H. Ahmed, D. Crispin, & C. Alan, Hospitality Business Development. Oxford: Elsevier.
Bank Dunia. (2005, January). Mendukung Usaha Kecil dan Menengah. Retrieved from Indonesia Policy Briefs - Gagasan untuk Masa Depan: 1. http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/SME.pdf
Boundreaux, D. J. (2008). Globalization. London: Greenwoodpress. (Boundreaux, 2008)
BPS. (2014). Berita Resmi Statistik. Jakarta: BPS.
BPS. (2014). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS.
Depkop. (2011). Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2010-2011. Jakarta: Bagian Data- Biro Perencanaan.
Dunning, J. H. (1993 ). The Globalization of Business. In J. H. Dunning, The Globalization of Business (pp. 252-253). London : Routledge.
Geoffrey, J. (2004). From the Nineteenth to the Twenty- first Century. In J. Geoffrey, Multinationals and Global Capitalism (p. 128). Oxford: University Press.
Hitt, Ireland, & Hoskisson. (2011). Consept Competitiveness & Globalization, Ninth Edition. In Hitt, Ireland, & Hoskisson, Strategic Management (pp. 62-92). Canada: South-Western Learning Cengage Learning.
Hitt, Ireland, & Hoskisson. (2011). Consept Competitiveness & Globalization, Ninth Edition. In Hitt, Ireland, & Hoskisson, Strategic Management (pp. 96-113). Canada:
Hitt, Ireland, & Hoskisson. (2011). Consept Competitiveness & Globalization, Ninth Edition. In Hitt, Ireland, & Hoskisson, Strategic Management (pp. 57-278). Canada: South-Western Learning Cengage Learning.
Rina, S. P. (2003). Manajemen Strategi Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Unitas, September 2002 - Februari 2003, Vol 11 no., 20-36.























Lampiran







KARTU PUSTAKA
Judul Buku      :. Globalization
Pengarang       : Donald D. Boundreaux
Penerbit           : Greenwoodpress
Tahun Terbit    : 2008

No.
Kutipan
Halaman
1
Globalization is a process of interaction and integration among the people, companies, and governments of different nations, a process driven by inter- national trade and investment and aided by information technology.

1






KARTU PUSTAKA
Judul Buku      : Hospitality Business Development
Pengarang       : Ahmed Hassanien, Crispin Dale, Alan Clarke
Penerbit           : Elsevier Ltd.
Tahun Terbit    : 2010

No.
Kutipan
Halaman
1
The success of any hospitality business depends mainly on its development plans. Business development includes a wide range of activities that create new or changed offerings, markets, organisations and processes. It enhances sales, improves customer satisfaction, augments quality, diminishes costs and achieves numerous benefits for organisations. In order for hospitality organisations to be successful, business development needs to be incorpo- rated into the company’s business goals and targets. Accordingly, business development should be a strategic part of hospitality organisation’s annual business plan. When a hospitality organisation decides to develop its busi- ness, it is usually affected by various motives. These motives can be classified Introduction to Hospitality Business Developmenas reactive/proactive or internal/external.
2-3






KARTU PUSTAKA
Judul Buku      UMKM Outlook 2014
Pengarang       : Prof. Dr. Adler Haymans Manurun, dkk.
Penerbit           : Kontan
Tahun Terbit    : 2014

No.
Kutipan
Halaman
1
Tiga kelompok kategori UMKM dapat memberikan gambaran bahwa bisnis bisa berpindah kategori kelompok sesuai dengan pertumbuhan dan pengembangan bisnisnya. Dari data tersebut dapat disimpulkan pada tiga tahun terakhir pertumbuhan UMKM sebesar 2,7 juta atau pertumbuhan 2,5% per tahunnya. Pertumbuhan UMKM ini didorong oleh pertumbuhan perekonomian negara secara umum 5- 6% per tahunnya yang secara signifikan diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaaan negara dalam bentuk pajak, selain mampu menyerap tenaga kerja baik yang kurang terdidik maupun pembukaan lapangan pekerjaan baru, meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial yang tinggi. 
11










KARTU PUSTAKA
Judul Buku      :
Pengarang       :
Penerbit           :
Tahun Terbit    :
No.
Kutipan
Halaman












 [l1]Cari gambar globalisasi, integrasi anatr individu ,interaksi.
Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian
 Produksi Tanaman Cabai Rawit
(Studi Kasus di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri)

Agus Miyanto
Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Sosial dan Ekonomi, Universitas Surya

Abstrak
Perubahan iklim merupakan fenomena alam  yang saat ini menjadi isu penting yang dibicarakan oleh dunia. Perubahan iklim memberikan dampak dalam berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor yang paling rentan terhadap perubahan iklim, karena iklim adalah penentu utama dari hasil produksi. Hal tersebut terlihat seperti kasus hasil produksi cabai rawit di desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri pada tahun 2009—2010. Hasil dari penelitian ini adalah dengan adanya perubahan iklim memberikan dampak penurunan terhadap hasil produksi cabai rawit dari hasil tahun 2009 yang mampu mencapai 1.237 kg mengalami penurunan menjadi 615 kg pada tahun 2010, atau terjadi penurunan produksi sebesar 50,28%.  Namun dengan menurunnya hasil produksi, harga cabai rawit mengalami peningkatan menjadi Rp54.146,-/kg di tahun 2010 yang sebelumnya 8.427,-/kg  pada tahun 2009, sehingga dengan meningkatnya harga cabai memberikan kenaikan pendapatan para petani cabai di Desa Bulupasar sebesar  Rp26.351.304,-.







Pendahuluan
           Perubahan iklim yang dipicu oleh pemanasan  global akibat dari efek gas rumah kaca merupakan isu lingkungan yang mendapat perhatian dalam beberapa dekade terakhir. Perubahan iklim (climate changes) merupakan salah satu fenomena alam dimana terjadi perubahan nilai unsur-unsur iklim baik secara alamiah maupun yang dipercepat akibat aktifitas manusia di muka bumi ini. Sejak revolusi industri dimulai hingga sekarang telah menyebabkan terjadinya peningkatan suhu udara global.
           Selain itu, perubahan iklim juga menyebabkan anomali iklim seperti fenomena Enso (El-Nino dan La-Nina), IOD (Indian Ocean Dipole), penurunan atau peningkatan suhu udara secara ekstrim, curah hujan dan musim bergeser dari pola biasanya dan tidak menentu serta permukaan air laut meningkat dan terjadinya rob di beberapa wilayah. El-Nino adalah kejadian iklim di mana terjadi penurunan jumlah dan intensitas curah hujan akibat naiknya suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang mendorong mengalirnya massa uap air di wilayah Indonesia ke arah timur. Sebaliknya, La-Nina adalah kejadian iklim di mana terjadi peningkatan jumlah dan intensitas curah hujan hingga memasuki musim kemarau akibat penurunan suhu permukaan laut di wilayah Samudra Pasifik Selatan yang memperkaya massa uap air di wilayah Indonesia (Nurdin, 2010).        
           Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Perubahan iklim  (anomali) akan membawa pengaruh pada intensitas dampak dan sangat tergantung pada tingkat penyimpangannya (Ariyanto, 2010).   
Pertanian adalah sektor yang  sangat rentan terhadap perubahan iklim, karena iklim adalah penentu utama dari produktivitas pertanian (Adams, at.al., 1998). Menurut Subarjo, negara-negara dengan kondisi geografis yang lebih khusus seperti India dan Afrika akan mengalami penurunan produksi pertanian yang lebih tinggi lagi (Muslim,2013). Kebanyakan negara berkembang, sektor pertanian memberikan mata pencaharian utama dan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk dan memberikan kontribusi jauh terhadap PDB nasional. Menurut Komisi untuk Afrika 2005, Oleh karena itu, penurunan produksi pertanian yang disebabkan oleh Perubahan iklim di masa depan serius dapat melemahkan ketahanan pangan dan memperburuk mata pencaharian kondisi bagi penduduk miskin pedesaan (Calzadilla, at.al., 2010).
Perubahan iklim terjadi di Indonesia dan berdampak pada wilayah wilayah pertanian dan kawasan pesisir (Adger, 2001). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mengalami dampak perubahan iklim, terutama diakibatkan oleh banjir, kekeringan, dan hama (IPB, 2009), di Indonesia merupakana salah satu negara yang mengalami dampak perubahan iklim dalam sektor pertanian. Sektor pertanian yang mengalami dampak dari perubahan iklim antara lain seperti tanaman pangan, padi, jagung kedelai maupun cabai.
Cabai termasuk tanaman yang mengalami kerusakan akibat perubahan iklim yang ekstrim. Akibatnya, terjadi penurunan produksi yang cukup signifikan sehingga kenaikan harga tidak dapat dihindarkan. Menurut Herlina, 2010, tanaman cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia (Maulidah, at.al., 2012).
Cabai dapat tumbuh baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Akan tetapi, tanaman cabai tidak tahan terhadap hujan, terutama pada waktu berbunga karena bunga- bunganya akan mudah gugur (Sunarjono, 2010). Kondisi cuaca yang tidak menentu yang menyebabkan itensitas hujan lebih tinggi menyebabkan penurunan produksi cabai pada khir tahun 2010 hingga awal tahun 2011 mencapai 50% (Anonim, 2010).
Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, dikenal dengan pertanian cabainya. Seperti di daerah lain, produksi cabai pada musim tanam tahun 2010, di lokasi ini juga mengalami penurunan karena curah hujan yang meningkat, yakni dari 1.415 mm pada tahun 2009 menjadi 1.943 mm pada tahun 2010, sehingga jumlah produksinya jauh lebih rendah daripada musim tanam tahun 2009 (BMKG Karangploso, 2011).  Dengan penurunan cabai yang dialami oleh petani desa Bulupasar maka penulis merumuskan beberapa tujuan yaitu,  (1) Mendeskripsikan pengetahuan dan sikap petani cabai rawit terhada perubahan iklim di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri; (2) Mengetahui dampak perubahan iklim terhadap produksi dan harga cabai rawit pada tahun 2009 dan 2010 di di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri; dan (3) Menganalisis dampak perubahan iklim terhadap pendapatan petani cabai rawit pada tahun 2009 dan tahun 2010 di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.

Tinjauan Literatur

  1. Perubahan Iklim
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Pemanasan tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi  peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,1 hingga 6,4 °C (2,0 hingga 11,5 °F) antara tahun 1990 dan 2010. Kondisi ini akan mengakibatkan iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya dan  karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali (Stocker, et al., 2007) .  Menurut (United Nations Framework Convention on Climate Change, 1992), perubahan iklim merupakan  perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengubah komposisi atmosfer secara global dan mengakibatkan perubahan variasi iklim yang dapat diamati dan dibandingkan selama kurun waktu tertentu.
Perubahan iklim terjadi di Indonesia dan berdampak pada wilayah-wilayah pertanian dan kawasan pesisir (Adger, 2001). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang mengalami dampak perubahan iklim, terutama diakibatkan oleh banjir, kekeringan, dan hama (IPB, 2009).
  1. Sektor Pertanian
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menrima dampak dari perubahan iklim yang salahsatunya dikarenakan oleh pemanasan global. Dampak dari pemansan global (Global warming ) akan  mempengaruhi pola presipitasi, evaporasi, water run-off , kelembaban tanah dan variasi iklim yang sangat fluktuatif secara keseluruhan mengancam keberhasilan produksi pangan.
Kajian terkait dampak perubahan iklim pada bidang pertanian oleh National Academy of Science/NAS (2007), Iklim jangka panjang seperti perubahan dan peristiwa cuaca ekstrim akan membawa lebih besar fluktuasi hasil panen dan persediaan makanan dan risiko yang lebih tinggi dari kerawanan pangan (IPCC 2012). Memahami dampak dan adaptasi perubahan iklim pada pertanian menurut wilayah sangat penting untuk kebijakan perubahan iklim. Perubahan iklim dan dampaknya terhadap pertanian diharapkan bervariasi signifikan antar daerah. Menghadapi perubahan iklim, bagaimana untuk mengevaluasi dampak perubahan iklim terhadap pertanian, memahami tanggapan dari petani untuk iklim berubah, dan merumuskan strategi nasional yang tepat untuk mengatasi perubahan iklim yang paling mendesak menunjukkan bahwa pertanian di Indonesia telah dipengaruhi secara nyata oleh adanya variasi hujan tahunan dan antar tahun yang disebabkan oleh Australia-Asia Monsoon and El Nino-Southern Oscilation (ENSO).  

Metode Penelitian

  1. Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan pengambilan data  dengan cara menggunakan studi pustaka yang di dapatkan dari jurnal dan menggunakan penelitian yang telah dilakukan di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur, yang merupakan salah satu sentra penanaman cabai rawit terbesar di wilayah Jawa Timur. Selain itu, dari penelitian pendahuluan, diketahui banyak petani mengalami penurunan produksi pada tanaman budidaya (cabai rawit) dan perubahan pendapatan dari musim tanam tahun 2009 ke musim tanam tahun 2010. Pengambilan data dilaksanakan pada Bulan Mei sampai dengan Juli 2011.
              Metode Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini merupakan petani cabai rawit yang ditentukan secara sengaja (purposive). Responden diambil dari kelompok tani Joyoboyo. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, antara lain bahwa kelompok tani Joyoboyo merupakan kelompok tani pertama dan tertua di Desa Bulupasar. Jumlah petani cabai rawit di Desa Bajupasar adalah 89. Namun dari sejumlah petani tersebut, 21 petani tidak menanam cabai rawit pada tahun 2009 dan 27 petani tidak menanam cabai pada tahun 2010. Dan sisanya, yakni 41 petani menanam cabai rawit pada periode  tahun 2009 dan 2010. Inilah yang diambil sebagai responden dan disebut sebagai 41 petani responden, sehingga sesuai dengan tujuan penelitian, yakni membandingkan produksi dan pendapatan petani cabai rawit tahun 2009 dan 2010. 
  1. Analisis Data
Metode Analisis Data Terdapat dua macam metode yang digunakan oleh peneliti terdahulu yaitu, analisis kualitatif dan kuantitatif.
  1. Analisis Kualitatif (Deskriptif) Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan data secara sistematik, akurat, normatif, dan naratif mengenai fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti, yakni dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Kegiatan yang terjadi secara bersamaan dalam proses pendeskripsian ini antara lain: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
  2.  Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Analisis Biaya Usaha tani (Total Cost/ TC) b. Analisis Penerimaan Total Usahatani (Total Revenue/ TR) c. Analisis Pendapatan/ Keuntungan Usaha tani (Π) d. Analisis Uji Beda Rata-rata.

Hasil dan Pembahasan

 Pengetahuan Petani tentang Perubahan Iklim
      Dari penelitian yang telah dilakukan, pengetahuan responden mengenai perubahan iklim dinyatakan dengan “Ya” dan “Tidak”. Kemudian, responden memaparkan sedikit pendapatnya tentang perubahan iklim bagi responden yang menyatakan tahu (ya), seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini;
Tabel 1. Pengertian Responden Tentang
            Perubahan Iklim
Pengetahuan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Ya
35
85,37
Tidak
6
14,63
Jumlah
41
100,00
Dari 41 responden, 35 diantaranya mengetahui perubahan iklim. Terminologi yang dikemukakan (menurut pendapat petani itu sendiri) juga cukup tepat. Rata-rata responden menyebutkan perubahan iklim adalah berubah dan bergesernya musim dari kemarau menjadi banyak hujan.
         Pengetahuan responden ini berasal dari pengalaman. Hanya sebagian saja responden yang mengetahui perubahan iklim dari televisi. Sedangkan responden yang tidak mengetahui pengertian perubahan iklim diketahui sebanyak 6 orang. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan petani akan hal baru seperti perubahan iklim. Tingkat pendidikan yang relatif masih rendah membuat petani merasa kesulitan untuk menjelaskan suatu kasus atau persoalan yang tengah dihadapi. Tidak mengetahui pengertian perubahan iklim, bukan berarti tidak merasakan adanya perubahan iklim itu sendiri. Seluruh responden menyatakan telah merasakan adanya perubahan iklim beserta dampaknya (Maulidah, at.al.,2012).
Tabel 2. Responden yang Merasakan Adanya
             Perubahan Iklim
Pengetahuan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Merasa
41
100
Tidak
0
0
Jumlah
41
100
Dari table di atas diketahui bahwa 100% responden merasakan adanya perubahan iklim terhadap tanaman cabainya, yang menimbulkan sikap yang berbeda dari masing-masing petani dalam menyikapi kejadian perubahan iklim tersebut.

Sikap Petani Terhadap Perubahan Iklim
Perubahan iklim yang berdampak terhadap tanaman cabai rawit menimbulkan berbagai sikap dan tindakan yang dilakukan oleh para petani di Indonesia, terutama di tempat penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, terlihat seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Sikap Responden Terhadap Perubahan
             Iklim
Sikap
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Menambah Perlakuan (perawatan)
13
31,70
Pencabutan
5
12,20
Pembiaran
23
56,10
Jumlah
41
100,00
Dari data yang diperoleh oleh responden sikap yang paling banyak oleh para petani terhadap tanaman cabainya yaitu membiarkan tanamnnya tanpa melakukan tindakan lainny sebesar 56%, sedangkan ada 23% responden melakukan penambahan perlakuan perawatan terhadap tanamannya, sikap positif ini ditunjukkan dengan melakukan tindakan nyata berupa perawatan tanaman cabai rawit lebih intensif karena berharap akan menjadi lebih baik dari kondisi yang semula kurang bagus.
         Perlakuan positif yang dilakukan oleh petanidalam perawatancabai rawit antara lain: penyulaman tanaman, penambahan frekuensi penyemprotan pupuk daun, lebih kerap melakukan penyiangan dan penggulu dan, dan memperbaiki drainase lahan. Dengan perlakuan-perlakuan tersebut, petani mampu mempertahankan kondisi tanaman cabai rawitnya. Sedangkan terdapat 12,20% yang memilih untuk melakukan pencabutan terhadap tanaman cabai rawitnya, Hal tersebut dilakukan karena responden merasa gagal melakukan usaha tani cabai rawit pada musim tanam tahun 2010 dengan indikator, pertumbuhan tanaman di lahan terhambat. Selain itu, mereka juga berpikir jika menambah perlakuan, justru akan menambah biaya, namun produksi tetap menurun.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi dan Harga Cabai Rawit
Produksi usaha tani cabai rawit merupakan hasil panen yang diperoleh dalam satu kali musim tanam cabai rawit dalam luasan 1 ha. Dari hasil penelitian pada panen musim tanam tahun 2009 ke tahun 2010, menunjukkan bahwa adanya penurunan produksi cabai rawit. Penurunan tersebut dapat dilihat dari Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4. Jumlah Produksi per Ha dan Harga
            Cabai Rawit
Uraian
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
Produksi (kg)
1.237
615
Harga (Rp)
8.427
54.146
pada Tabel 4 di atas, dapat disimpulkan, bahwa perubahan iklim memberikan pengaruh yang kuat terhadap jumlah produksi cabai rawit. Hal tersebut terkait dengan jumlah curah hujan yang tinggi menyebabkan produksi yang semula mencapai 1.237 kg pada tahun 2009 turun menjadi 615 kg di tahun 2010, atau terjadi penurunan produksi sebesar 49,72%.
            Penurunan produksi cabai rawit memberikan dampak harga cabai rawit yang mengalami peningkatan harga per kilo gramnya. Tahun 2010, rata-rata harga cabai rawit justru mengalami peningkatan menjadi Rp54.146,- /kg atau naik sebesar 642,53%,  yang semula hanya Rp8.427,-/kg pada tahun 2009, dalam hal ini hukum permintaan ternyata berlaku yaitu jika persediaan barang terbatas atau turun, maka harga akan mengalami kenaikan. Jadi perubahan iklim merupakan salah satu penyebab berkurangnya pasokan cabai rawit sehingga harga cabai menjadi meningkat. Sedangkan penjelasan tentang penurunan produksi, dapat dijabarkan sebagai berikut;

Analisis Produktifitas
Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan (input). Pada Tabel 5 berikut ini disajikan rata- rata produktivitas usaha tani cabai rawit. Bahwa terjadi penurunan produksi cabai rawit di lokasi penelitian hingga 50,28%, dari 1.237 kg di tahun 2009 menjadi 615 kg di tahun 2010.

Tabel 5. Produktifitas Usahatani Cabai Rawit
Uraian
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
Produksi (kg)
1.237
615
Luas lahan (ha)
0,329
0,28
Produktivitas (kg/ha)
3,512
2,072
Table 5 dapat menunjukan bahwa perubahan iklim memengaruhi produktifitas dari tanaman cabai yaitu menyebabkan turunnya produktifitas hasil panen cabai rawit di daerah penelitian, yaitu dari tahun 2009 jumlah produktifitasnya sebesar 3.512kg/ha, turun menjadi 2.072kg/ha di tahun 2010.
         Perubahan iklim yang ditandai dengan peningkatan curah hujan membawa dampak buruk pada tanaman cabai rawit di awal masa pertumbuhannya. Musim tanam di lokasi penelitian terjadi pada awal Bulan Juli sampai dengan September. Pada bulan-bulan yang sama, terjadi peningkatan curah hujan di lokasi penelitian. Hal ini yang menjadi alasan utama terjadinya penurunan produksi karena tanaman banyak yang layu dan kemudian mati. Hujan yang terus terjadi hingga Bulan Desember, mengakibatkan rontoknya bunga tanaman cabai rawit.
         Selain memengaruhi kuntitas cabai , perubahan iklm juga berpengaruh terhadap kualitas cabai rawit jika pada tahun 2009 kualitas cabai rawit dikatakan bagus dengan pertumbuhan yang normal, maka berbeda pada tahun 2010 yang kualitasnya menurun meskipun ukuran buahnya lebih besar namun buahnya rusak . Penurunan kualitas ini ditandai dengan semakin banyaknya buah yang busuk dengan ciri tanaman lebih pendek dan daun keriput.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Pendapatan Petani Cabai Rawit
  1. Analisis Biaya Usahatani Cabai Rawit
 Biaya total (TC) merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap (TFC) dan biaya variabel (TVC) yang telah dikeluarkan oleh petani cabai rawit dalam satu kali masa tanam.

Tabel 6. Biaya Total Usahatani Cabai Rawit
             Per ha
Uraian Biaya
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
B. Tetap (TFC)
Rp1.612.257,-
Rp1.651.630,-
B.Variabel (TVC)
Rp5.669.215,-
Rp5.944.745,-
B.Total
Rp7.281.472,-
Rp7.596.375,-
 Data pada Tabel 6 menginformasikan kenaikan biaya total pada usaha tani cabai rawit di lokasi penelitian. Jika pada tahun 2009, biaya total sejumlah Rp 7.281.472,- meningkat  menjadi Rp 7.596.375,- pada tahun 2010. Hal tersebut terjadi karena kenaikan pada biya tetap maupun biaya variabel pada tanaman cabai rawit.
  1.  Analisis Penerimaan
Penerimaan (TR) usahatani cabai rawit diperoleh dari hasil kali antara produksi cabai rawit dengan harga jualnya.

Tabel 7. Penerimaan Usahatani Cabai Rawit
             Per Ha
Uraian
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
Produksi (kg)
1.237
615
Harga (Rp)
8.427
54.146
Penetimaan (Rp)
10.258.305
36.924.512
Dari Tabel 7 menunjukan penerimaan total         responden meningkat dari tahun 2009 ke tahun 2010, yaitu rata-rata penerimaan sejumlah Rp10.258.305,-, pads tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi Rp36.924.512,-. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga yang cukup tinggi (mencapai 642,53%), yaitu dari Rp8.427,-/kg pada tahun 2009 menjadi Rp54.146,-/kg pada tahun 2010.
           Kenaikan harga cabai dipicu oleh produksi cabai rawit yang menurun drastis hingga 50,28% dari tahun sebelumnya. Hal ini juga sama terjsdi di daerah sekitar penelitian yang juga mengalami penurunan hasil panen cabai rawit oleh karena itu kelangkaan terjadi secara bersamaan di  wilayah Kabupaten Kediri dan sekitarnya. Kelangkaan ini yang pada akhirnya menyebabkan kebutuhan lokal tidak terpenuhi dan kenaikan harga cabai rawit tidak dapat dihindari.

Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Rawit  
            Pendapatan/keuntungan usahatani cabai rawit merupakan selisih dari penerimaan total (TR) dengan seluruh biaya yang telah dikorbankan (TC).


Tabel 8. Pendapatan Usahatani Cabai Rawit
             Per Ha
Uraian
Jumlah
Tahun 2009
Tahun 2010
Penerimaan (Rp)
10.258.305
36.924.512
Biaya Total (Rp)
8.281.472
7.596.375
Pendapatan (Rp)
2.976.833
29.329.137

Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa pendapatan yang diterima petani meningkat hingga 10 kali lipat dari tahun sebelumnya, jika pada tahun sebelumnya (2009) pendapatan petani cabai rawit di daerah adalah sebesar Rp2.976.833,- maka pada tahun 2010 mengalami kenaikan Rp29.328.137,-. Peningkatan pendapatan ini disebabkan karena kenaikan harga cabai rawit hingga Rp45.719,-/kg.
Analisis Uji Beda Rata-rata Pendapatan Petani Cabai Rawit
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara pendapatan petani pada tahun 2009 dan tahun 2010, dengan menggunakan taraf signifikansi, α = 5% atau α = 0,05. Alat analisis yang digunakan dalam analisis uji beda rata-rata adalah Uji Wilcoxon. Hasil dari pengujian dengan uji Wilcoxon disajikan pada Tabel 9

Berdasarkan uji wilcoxon pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa dari 41 petani responden, 5 di antaranya mengalami penurunan pendapatan, dan 36 petani responden mengalami peningkatan, sedangkan yang tetap tidak ada.      
           Hasil uji wilcoxon pada Tabel  9 juga diperoleh nilai signifikasi sebesar α= 0,000. Oleh karena taraf signifikansi (α) pada perhitungan lebih kecil dari taraf signifikansi (α) yang ditetapkan yaitu 5% atau 005 (0,000 < 0,05), maka dapat dinyatakan bahwa tolak H0 dan terima H1, yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara pendapatan petani cabai rawit pada tahun 2009 dengan tahun 2010 di lokasi penelitian. Sehingga dapat di simpulkan, bahwa pada tahun 2010 pendapatan petani cabai rawit di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri mengalami peningkatan.

Kesimpulan dan Saran
Dari pembahasan yang telah dilakukn dapat disimpulkan bahwa;
  1. Petani cabai rawit  di Desa Pugupasar sebagian besar mengerti tentang arti perubahan iklim dan para petani semua merasakan dampak adanya perubahan iklim terhadap produktifitas tanaman cabai rawit. Sikap yang dilakukan oleh para petani pling banyak dengan adanya perubahan iklim terhadap tanaman cabai rawit yaitu yaitu membiarkan tanamnnya tanpa melakukan tindakan lainnya sebesar 56%, sedangkan ada 23% responden melakukan penambahan perlakuan perawatan terhadap tanamannya, dan sisanya mencabut tanaman yang belum berbunga. Dari ketiga sikap yang dilakukan oleh para petani, yang paling untung adalah yang tetap melakukn perawatan terhadap tanamannya, karena para petani tersebut dapat menghasilan yang besar.
  2. Perubahan iklim memberikan pengaruh yang kuat terhadap jumlah produksi cabai rawit. Hal tersebut terkait dengan jumlah curah hujan yang tinggi menyebabkan produksi cabai rawit mengalami penurunan produksi dari tahun 2009 mencapai 1.237 kg ke tahun turun menjadi 615 kg, atau terjadi penurunan produksi sebesar 49,72%.  Sedangkan penurunan jumlah produksi cabai rawit menyebabkan naiknya harga cabai rawit, yang semula hanya Rp 8.427,-/kg pada tahun 2009, harga naik menjadi Rp 54.146,-/kg atau naik sebesar 642,53%.
  3. Perubahan iklim menyebabkan meningkatnya pendapatan petani cabai rawit di Desa Bulupasar pada tahun 2010  yaitu dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp29.328.137,-, di tahun sebelumnya pendapatan rata-rata hanya mencapai Rp2.976.833,-.  Dan berdasarkan uji Wilcoxon terdapat perbedaan signifikan antara pendapatan petani cabai rawit pada tahun 2009 dengan tahun 2010 di lokasi penelitian. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pada tahun 2010 pendapatan petani cabai rawit di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri mengalami peningkatan.

Saran bagi para petani cabai rawit dengan adanya perubahan iklim antara lain;
1.      Para petani lebih bijak lagi dalm menghadapi perubahan iklim yang terjadi pada tanaman, sehingga meskipun terjadi perubahn iklim para petani dapat mengambil keputusan yng tepat dan lebih menguntungkan, sebgai contoh ketika terdapat perubahan iklim petani tetap harus merawat tanamannya dengan baik agar tetap  mendapatkan hasil yang maksimal.
2.      Petani harus lebih selektif dan harus bisa mengatur perhitungan administrasi dalam melakukan usaha tani, contoh, petani harus menghitung biaya yang digunakan dalam usaha tani dan mencatat penghasilan yang ada sehingga dapat dipergunakan untuk pertimbangan usaha selanjutnya yang lebih baik lagi.
3.      Bagi pihak pemerintah sebaiknya ikut serta membantu dalam menghadapi permasalahan perubahan iklim terhadap sektor pertanian dengan ikut serta memberikan solusi dan cara mitigasi maupun adaptasi terhadap para petani.

Daftar Pustaka

Adams, R. M., B. H., Lenhart, S., & Leary, N. (1988). Effects of global climate change on agriculture: an interpretative review. Clim Res Vol. 11: 19–30, 1998, 19-30.
Adger, W.N., 2001. Scales of governance and environmental justice for adaptation and mitigation of climate change. Journal of International Development, 13, 7, 921-931.
Ariyanto, S. E. (2010). Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktifitas Kacang Hijau ( Phaseolus radiatus L.) di Lahan Kering. Dampak Perubahan Iklim , 1-10.
Calzadilla, A., Katrin Rehdanz a, c., d, R. B., d, P. F., Wiltshire, A., & And Richard S.J. Tol e, f. (2010). Climate Change Impacts on Global Agriculture. Working Paper FNU-185.
IPB, B., Kementrian Pertanian, dan Pemerintah Kabupaten Indramayu, 2009. Penggunaan Informasi Iklim dalam Manajemen Risiko Iklim.
IPPC. (2001). Climate Change 2001: The Scientifik Basic. Cambridge: Cambridge University Press.
Maulidah, S., Santoso, H., Subagyo, H., & Rifqiyyah, F. (2012). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi dan Pendapatan Usaha Cabai Rawit. SEPA : Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 – 182, 51-182.
Muslim, C. (2013). Mitigasi Perubahan Iklim Dalam Mempertahankan Produktifitas Tanah Padi Sawah (Studi Kasus di Kabupaten Indramayu). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.13 (3) 211-222 , 211-222.
Nations, U. (1992). United Nations Framework Convantion. New York.
Nurdin. (2010.). Antisipasi Perubahan Iklim Untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan. 1-10.
Silvana Maulidah, at.al.,. (2012). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi dan Pendapatan Usaha Tani Cabai Rawit. SEPA: Vol. 8 No. 2 Pebruari 2012 : 51 – 182 , 139.
Stocker, Thomas F.; et al. 7.5.2 Sea Ice . Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change . Intergovernmental Panel on Climate Change. Diakses pada 11 Februari 2007.