السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Semoga keselamatan tercurah atas kamu sekalian beserta rahmat dan barokah Allah

Sunday, October 23, 2016

Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT)



Pengertian BMKT
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2009 di jelaskan bahwa yang disebut sebagai Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam, yang selanjutnya disebut BMKT, adalah benda berharga yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi, yang tenggelam di wilayah perairan Indonesia, zona ekonomi eksklusif Indonesia dan landas kontinen Indonesia, paling singkat berumur 50 (lima puluh) tahun (Menkeu, 2009). 
BMKT merupakan benda Cagar Budaya yang di kuasai BMKT merupakan benda Cagar Budaya yang dikuasai oleh Negara dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat dan Pembangunan Nasional. 

Potensi BMKT di Indonesia











Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki posisi geografis yang sangat stategis. Indonesia yang terletak di antara Benua Asia dan Australia, serta diapit oleh Samudera Indonesia dan Pasifik merupakan  jalur pelayaran internasional yang sangat strategis yang telah berlangsung dalam kurun waktu berabad-abad. Pelayaran tersebut mempunyai berbagai maksud, antara lain untuk perdagangan, ekspedisi ilmiah, ekspansi wilayah, dan lain-lain (Widianto, 1987).  Ahli sejarah lain seperti Reid dalam bukunya Southeast Asia in the Age of Commerce (1450-1680), memaparkan bahwa wilayah Indonesia pada kurun niaga merupakan wilayah yang lalu lintasnya paling sibuk. Banyak bandar-bandar yang ramai disinggahi kapal-kapal asing mulai dari Aceh hingga Maluku (Reid, 1993). Para penjelajah dan pedagang Arab juga banyak memberitakan dalam catatan-catatan tentang ramainya perairan Nusantara dan kekayaan alamnya yang luar biasa. Selama abad X—XX Masehi tercatat kurang lebih 30.000 kapal Cina berlayar, dan salah satu tujuan ke Nusantara dan kapal tersebut tidak kembali lagi ke pelabuhan asal yang dikarenakan  berbagai sebab (Rochmani, 2001). Belum lagi kapal-kapal dari Eropa yang juga karam di perairan Indonesia jumlahnya tidak kurang dari 290 Unit.

Beberapa arsip di negara-negara Eropa dan China mencatat juga bahwa proses perdagangan ke Nusantara berlangsung selama ratusan tahun. Selain itu pada laporan-laporan arsip tersebut juga tercatat bahwa banyak kapal dagang yang tenggelam di sepanjang wilayah perairan Indonesia. Penyebab tenggelamnya kapal bisa diakibatkan oleh berbagai macam faktor, seperti misalnya badai, perang, maupun karena kelalaian awak kapal (Utomo, 2008: 18). Pernyataan ini semakin kuat dengan data penelitian  yang dilakukan oleh sepanjang perairan Indonesia  Berdasarkan riset Kementeiran Kelautan dan Perikanan pada tahun 2014, diperkiraran ada sekitar 463 titik lokasi BMKT di perairan Indoensia, termasuk di Batam, Bintan, Karimun, Lingga dan Natuna. Namun jumlah titik tersebut baru yang teridentifikasi. Mengingat luasnya laut di Indonesia yang menjadi jalur pelayaran dunia diproyeksikan sekitar 700 sampai 800 titik harta karun yang potensial untuk diangkat. Berbeda dengan data yang di sampaikan oleh Badan PBB UNESCO, yang mengatakan bahwa terdapat lebih dari 3.000 titik kapal tenggelam yang berisi BMKT di perairan Indonesia.

Pada umumnya kapal-kapal tersebut membawa kargo, baik berupa komoditi dagang maupun untuk kepentingan agama. Kapal-kapal yang datang dari Asia Barat dan Asia Selatan umumnya membawa barang-barang kaca, manik-manik dari batu mulia, arca-arca batu/ logam, sutera, dan barang-barang seni lainnya. Sementara dari Asia Timur (Cina), barang-barang yang dibawa berupa keramik, emas, dan lain-lain. Ketika kembali ke negara asalnya, kapal-kapal tersebut membawa komoditi yang berasal dari beberapa pulau di Nusantara, seperti kapur barus, damar, kayu cendana, pala, lada, kemenyan, mutiara, gading gajah, dan lain-lain (Wolters, 1974).

Dengan banyaknya jumlah kapal tenggelam di wilayah perairan Indonesia yang memuat barang-barang berharga, bernilai sejarah dan budaya berpotensi memberikan nilai ekonomis yang besar bagi Indonesia. . Nilai ekonomi harta karun sangat fantastis. Harga perkepping rata-rata mencapai 1000 USD. Satiap satu kargo kapal tenggelam memuat puluhan ribu keping benda berharga. Diperkirakan nilai keseluruhan BMKT di Indonesia mencapai US$ 40.000.000 (Lasabuda, 2013). 
Sampai saat ini jumlah pengangkatan BMKT di Indonesia sudah sebesar kurang lebih 10% dengan 46 titik tempat. Hal ini menunjukan bahwa potensi BMKT yang masih harus digali dan di kelola oleh pemerintah masih sangat besar dan diperlukan komitmen yang besar dari pemerintah untuk terus memanfaatkan kekayaan yang ada di bawah laut Indonesia terutama dari segi sektor BMKT. 
Pemanfaatan BMKT merupakan salah satu cara untuk  memberikan dampak dan sumbangsih dalam pemabangunan nasional dan untuk tujuan mensejahterakan masyarakat. 

Isu-isu Penting dalam Pengelolaan Sumber daya kelautan
Pengelolaan sumber daya kelautan memiliki berbagai persoalan yang serius yang menjadi isu-isu penting sampai saat ini. Seperti yang disampaikan Ir. Arifin Rudyanto, MSc., PhD (2004) terdapat bebrapa isu penting dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan kelautan diantaranya;
1. Kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat common property (milik bersama) dengan akses yang bersifat quasi open access. 

Istilah common property ini lebih mengarah pada kepemilikan yang berada di bawah kontrol pemerintah atau lebih mengarah pada sifat sumberdaya yang merupakan public domain, sehingga sifat sumber daya tersebut bukanlah tidak ada pemiliknya.. Dengan adanya sifat sumber daya yang quasi open access tersebut, maka tindakan salah satu pihak yang merugikan pihak lain tidak dapat terkoreksi oleh pasar. Hal ini menimbulkan ketidak efisienan ekonomi karena semua pihak akan berusaha mengeksploitasi sumberdaya sebesar-besarnya, jika tidak maka pihak lain yang akan mendapat keuntungan. Kondisi seperti inilah yang terjadi saat ini. Dengan didukung oleh teknologi, pihak-pihak yang lebih kuat dan mampu mengeksploitasi sumberdaya secara berlebihan sehingga terjadi hukum rimba (siapa yang kuat, dia yang menang) dan daya produksi alamiah menjadi terganggu.

2. Adanya degradasi lingkungan pesisir dan laut. 
Pada awal tahun 80-an, banyak pihak yang tersentak setelah menyaksikan kebijakan pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dan produktivitas ternyata telah menimbulkan kerusakan yang serius terhadap lingkungan. Program modernisasi perikanan contohya, yang bertujuan menigkatkan produksi hasil tangkapan nelayan menggunakan teknologi penangkapan yang semakin modern tidak disertai dengan sosialisasi pemahaman yang baik terhadap lingkungan kelautan. Hal ini berakibat fatal terhadap kelestarian lingkungan karena terjadi ekploitasi sumberdaya secara maksimal tanpa memperhatikan potensi lestari yang ada. 

Degradasi lingkungan pesisir dan laut yangvmanjdi ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir dan nelayan akibat faktor-faktor lain masih berlanjut hingga saat ini seperti misalnya pencemaran lingkungan perairan akibat limbah industri dan rumah tangga. Selain merusak potensi sumberdaya perairan, degradasi lingkungan ini juga berakibat buruk bagi kesehatan dan kelangsungan hidup manusia, terutama masyarakat pesisir. 

3. Kemiskinan dan kesejahteraan nelayan. 
Perikanan di Indonesia melibatkan banyak stakeholders. Yang paling vital adalah nelayan kecil yang merupakan lapisan yang paling banyak jumlahnya. Mereka hidup dalam kemiskinan dan tekanan-tekanan sosial ekonomi yang berakar pada faktor-faktor kompleks yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor alamiah dan non alamiah. 

Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Sedangkan faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasn daya jangkau teknologi, ketimpangan dalam sistem bagi hasil, tidak adanya jaminan sosial tenaga  kerja yang pasti, lemahnya jaringan pemasaran, tidak berfungsinya koperasi nelayan yang ada, serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan yang ada. Perubahan sosial ekonomi di desa-desa pesisir atau desa nelayan telah memperjelas garis stratifikasi sosial masyarakatnya. 

Nelayan buruh telah memberikan kontribusinya terhadap akumulasi kekayaan ekonomi pada sebagian kecil masyarakatnya yang memiliki alat produksi serta pihak yang menguasai modal dan pasar. Kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan kehidupan yang melanda tumah tangga nelayan buruh tidak memungkinkan anggota keluarganya terlibat aktif dalam tanggung jawab sosial di luar permasalahan kehidupan yang substansial bagi mereka. Faktor yang demikian sering menjadi alasan bagi pihak lain untuk menilai secara negatif perilaku sosial masyarakat nelayan. Persepsi seperti ini hanya melestarikan kesenjangan hubungan sosial dalam relasi politik antara pemerintah dan masyarakat nelayan. Dalam jangka panjang, hal ini tidak menguntungkan untuk mendorong perwujudan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Untuk itu diperlukan reorientasi model kepemimpinan dan sasaran perencanaan pembangunan agar lebih kontekstual dan partisipatif.

4. Akses pemanfaatan teknologi yang terbatas. 
Semakin tingginya persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir, menuntut masyarakat untuk memaksimalkan produksi mereka. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan penggunaan teknologi. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam penggunaan teknologi ini menjadi salah satu kendala dan pemicu adanya eksploitasi sumberdaya yang merusak potensi lestari dan berdampak negatif bagi lingkungan. Salah satu contohnya adalah penggunaan bom ikan dan potasium sianida untuk menangkap jenis-jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi di habitat terumbu karang telah merusak dan menimbulkan pencemaran lingkungan yang parah. Contoh lain adalah adanya kesenjangan penggunaan teknologi antara nelayan besar dan tradisional yang berakibat pada makin terdesaknya nelayan tradisional dalam persaingan pemanfaatan sumber daya laut, sehingga banyak yang beralih profesi menjadi buruh nelayan atau buruh bangunan. 

5. Peraturan dan kebijakan yang kurang kondusif. 
Dengan lahirnya aturan main yang menyangkut hak kepemilikan sumber daya pada tingkat lokal, secara tidak langsung akan memberikan hak kepemilikan (property rights) kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat mengelola sumberdaya pesisir dan laut secara lebih rasional mengingat ketersediaan sumberdaya serta terdegradasinya sumberdaya akan menentukan tingkat kemakmuran masyarakat di daerah yang bersangkutan. 

Kebijakan pembangunan perikanan yang dijalankan seharusnya tidak hanya mengejar kepentingan ekonomi (khususnya peningkatan devisa negara dari ekspor hasil laut), tetapi juga diimbangi secara proporsional dengan komitmen menjaga kelestarian sumberdaya perikanan yang ada. Disamping itu, harus pula ada komitmen yang tinggi dan konsisten dalam menegakkan peraturan hukum yang berlaku agar dapat menghindari terjadinya konflik-konflik sosial dan ekonomi. Kearifan lokal harus dapat diakomodir sebagai salah satu pranata hukum  yang dapat memperkecil terjadinya konflik antar nelayan. Salah satu bentuk akomodasi kearifan lokal ini adalah melalui penyusunan tata ruang wilayah pesisir. Hingga saat ini masih belum banyak daerah dan kawasan pesisir yang memilikinya sehingga belum memiliki kesamaan misi dari berbagai pengaturan dan kebijakan yang dibuat untuk pengelolaan sumberdaya tersebut.

Pengelolaan terpadu Sumberdaya Kelautan
Untuk mengatasi berbagai permasalahan dan isu-isu yang mucul dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut ini, dibutuhkan suatu model pengelolaan yang kolaboratif yang memadukan antara unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dll) dan pemerintah yang dikenal dengan Co-management yang menghindari peran dominan yang berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut sehingga pembiasaan aspirasi pada satu pihak dapat dieliminasi. Melalui model ini, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dilaksanakan dengan menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses pengelolaan sumberdaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan. 

Hubungan kerjasama yang dilakukan dapat mencakup kerjasama antar sektor, antar wilayah, serta antar aktor yang terlibat.

1. Kerjasama Lintas Sektor 
Pada kawasan pesisir, tidak hanya sektor perikanan yang berperan besar. Sektor-sekor lainnya pun memiliki peranan besar karena saling terkait untuk dapat memecahkan permasalahan yang ada. Misalnya saja yang berkaitan dengan perekonomian masyarakat pesisir, sektor industri dan jasa menjadi sektor yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan usaha produktif masyarakat. Yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan juga tidak lepas dari peran serta dan keterlibatan sektor industri dimana biasanya limbah industri dibuang ke perairan. Infrastruktur pendukung juga menjadi hal penting untuk dapat mengembangkan wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan. Untuk itu, kerjasama lintas sektor sangat perlu diperhatikan karena masing-masing sektor memiliki kepentingannya sendiri-sendiri. Masing-masing sektor harus saling mendukung. Peran pemerintah daerah dalam hal ini sangat besar agar terjadi sinergi yang baik dalam pengembangan setiap sektor, sehingga tidak ada yang saling merugikan. 

2. Kerjasama Antar wilayah 
Kawasan pesisir pada dasarnya tidak dapat dibatasi secara administratif. Berkaitan dengan hal ini, maka wilayah yang termasuk dalam suatu kawasan haruslah saling bekerjasama untuk meminimalisir konflik kepentingan. 

3. Kerjasama Antar Aktor (stakeholders)
Upaya pengurangan kesenjangan sektoral dan daerah jelas memerlukan strategi khusus bagi penanganan secara komprehensif dan berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan dari Pemerintah Pusat untuk menjembatani persoalan kemiskinan dan kesenjangan sektoral dan daerah tersebut, melalui mekanisme kerjasama antar aktor yang melibatkan unsur masyarakat, swasta, dan perikanan.

Pengelolaan sumber daya kelautan di Indonesia yang belum maksimal memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya, maka diperlukan perhatian yang serius berupa terobosan pemikiran bagi upaya percepatan pembangunan dan pengembangan ekonomi yang  terbaik dalam mengimplementasikan rencana pengelolaan kawasan dan rencana aksi yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas yang dimiliki.

Daftar Pustaka
Lasabuda, R. (2013). Jurnal Ilmiah Platax. Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1-2 ISSN: 2302-3589.

Rudyanto, A. (2004, September 22). Kerangka Kerjasama Dalam Pengelolaan Sumber Daya       Pesisir Dan Laut. Jakarta, Jakarta, Indonesia.

Menkeu. (2009, November 16). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.06/2009. Jakarta, Jakarta, Indonesia.

Reid, A. (1993). Southeast Asia in the Age of Commerce . Expansion and Crisis.

Rochmani, K. (2013, Januari 3). “Perlindungan Benda Cagar budaya Bawah Air di Indonesia. Buletin Cagar Budaya No. 3 , pp. 14-15.

Widianto, H. (1987). Dan Arkeologipun Menjangkau Dasar Laut. Jakarta: PT Sinar Kasih.

Wolters, O. (1974). Early Indonesian Commerce: A Study of the Origins of Sriwijaya. Ithaca and London: Cornell University Press.

Sunday, November 22, 2015

KONSEP GREEN ECONOMY DALAM PEMBANGUNAN TATA KELOLA LINGKUNGAN YANG BERKELANJUTAN

KONSEP GREEN ECONOMY DALAM PEMBANGUNAN
TATA KELOLA LINGKUNGAN YANG BERKELANJUTAN

Essay Green Economy



NAMA : AGUS MIYANTO
NIM : 002136162558957


Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Sosial dan Ekonomi
Surya University
2015
KONSEP GREEN ECONOMY DALAM PEMBANGUNAN
TATA KELOLA LINGKUNGAN YANG BERKELANJUTAN
Aktivitas Pembangunan
Kebijakan pembangunan dewasa ini lebih banyak terfokus kepada usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomi jangka pendek dan mengabaikan kepentingan yang berorientasi pada keuntungan jangka panjang dan keberlanjutan . Pembangunan merupakan salah satu tujuan nasional dalam rangka untuk menyesejahterakan masyarakat, dimana salah satu pembangunan yang dilakukan adalah melalui pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi yang dilakukan di Indonesia saat ini masih menitikberatkan pada upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, dimana dalam pelaksanaanya masih sangat menggantungkan terhadap sumber daya alam yang ada, sehingga aksi eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia belum dapat dikendalikan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga sumber daya alam yang ada di eksploitasi secara terus menerus tanpa memperhitungkan kesimbangan lingkungan, menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya alam dan degradasi lingkungan.
Degradasi Lingkungan
Indonesia sebagai negara kepulauan memilikiki sumber daya yang sangat besar meliputi potensi lautan seluas 3,1 juta km2 dan potensi daratan seluas 1,9 juta km2, termasuk pulau-pulau kecil terluar pada kawasan perbatasan negara yang memerlukan perhatian khusus untuk menjaga kedaulatan Negara.
Peningkatan aktifitas pembangunan membutuhkan ruang yang semakin besar dan dapat berimplikasi pada perubahan fungsi lahan/kawasan secara signifikan. Euphoria otonomi daerah yang lebih berorientasi pada peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) juga memotivasi pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana di daerah, yang faktanya menyebabkan peningkatan pengalihan fungsi ruang dan kawasan dalam jangka panjang. Hal tersebut dapat ditemui dalam pembangunan kawasan perkotaan yang memerlukan ruang yang besar untuk menyediakan lahan untuk sarana dan prasarana pemukiman, perindustrian, perkantoran, pusat-pusat perdagangan dan sebagainya. Demikian halnya dalam pola perubahan kawasan seperti pengubahan alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan, yang menyebabkan penurunan fungsi hutan sebagai kawasan penyangga, pemelihara tata air, pengendali perubahan iklim mikro dan sebagainya. Perubahan fungsi ruang kawasan menyebabkan menurunnya kulitas lingkungan, seperti terjadinya pencemaran, kemacetan, hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau, serta terjadinya berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan dan sebagainya. Pemanfaatan sumber daya ruang juga dapat menyebabkan perbedaan persepsi dan timbulnya persengketaan tentang ruang, yang memicu munculnya kasus-kasus persengketaan batas wilayah di berbagai daerah bahkan juga internasional. Hal tersebut seolah-olah menunjukan adanya trade off antara perkembangan ekonomi dengan kelestarian lingkungan.
Konsep Green Economy
Pembangunan yang berkelanjutan akan dapat dilakukan jika tata ruang lingkungan dapat diatur menggunakan sebuah konsep yang tepat yang akan memudahkan terealisasinya sebuah tata ruang lingkungan yang berkelanjutan.
Konsep Green Economy merupakan sebuah konsep yang selalu mengedepan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam tiga aspek penting, yaitu aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Ketiga aspek tersebut tidak dapat dikesampingkan, karena dalam berbagai aktifitas yang dilakukan manusia akan berhadapan langsung dengan ke tiga aspek tersebut yang semuanya akan berpengaruh satu dengan yang lain, oleh karena itu diperlukan kesimbangan dan upaya untuk saling mendukung terutama dalam penerapan tata ruang lingkungan yang berkelanjutan.
Prinsip-prinsip penataan ruang berkelanjutan
Untuk mencapai tata ruang yang berkelanjutan terdapat beberapa prinsip yang perlu untuk diterapkan diantaranya;
1.         Prinsip manajemen kota
Dalam rangka keberlanjutan manajemen kota, pada esensinya merupakan proses politik. Proses manajemen kota yang berkelanjutan membutuhkan berbagai perangkat penunjang yang potensial untuk dikembangkan sebagai dasar-dasar pengintegrasian sistem lingkungan, sistem sosial, sistem ekonomi. Melalui penerapan perangkat penunjang ini, penyusun kebijakan pembanguna yang berkelanjutan akan menjadi semakin mampu mencakup seluruh perhatian utama dalam suatu sistem yang lebih makro.
2.         Prinsip integrasi kebijakan
Pembagian tanggung jawab yang terbangun dapat merealisasikan koordinasi dan integrasi. Proses integrasi terbagi menjadi dua yaitu secara horizontal dan secara vertical. Secara horizontal proses integrasi diharapkan mampu mendukung efek sinergitas yang berkelanjutan dari dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi, sedangkan secara vertical proses integrasi dapat dilakukan antara pemerintahan di daerah, pemerintahan provinsi, lintas departemen di pemerintahan pusat, hingga negara-negara tetangga, dalam satu kesepahaman kebijakan bersama.
3.        Prinsip berpikir ekosistem
Cara berpikir ekosistem menempatkan kota sebagai suatu sistem yang komplek yang berkarakteristik selalu bergerak dan lebih merupakan rangkaian proses perubahan dan pembangunan. Hal ini mengingatkan bahwa dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan, setiap energi, sumber daya alam dan limbah dari setiap kegiatan, dibutuhkan perawatan, restorasi dan stimulasi.
4.        Prinsip kemitraan
Kemitraan antara berbagai pihak dengan masing-masing kepentingannya menjadi hal yang penting. Karena keberlanjutan merupakan pembagian dari tanggung jawab masing-masing pihak, sebagaimana diketahui bahwa keberlanjutan merupakan proses belajar, yang didalamnya berisikan learning by doing, saling berbagi pengalaman, pelatihan dan pendidikan profesi, Cross dissciplinary working, kemitraan dan jaringan kerja, partisipasi dan konsultasi  komunitas, mekanisme pendidikan inovatif, dan peningkatan kesadaran lingkungan, merupakan elemen utama yang harus ditumbuh kembangkan.
Manajemen sumber daya alam berkelanjutan membutuhkan pendekatan terintegrasi dalam membangun lingkaran tertutup dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA), energi dan limbah melalui mekanisme:
a.    minimalisasi produk limbah melalui pemanfaatan kembali limbah dan atau recycling.
b.   minimalisasi konsumsi SDA, terutama SDA yang dapat diperbaharui dan mengembangkan SDA yang terbarukan.
c.    meminimalkan jumlah polusi tanah, air, dan udara.
d.   meningkatkan jumlah lahan terbuka hijau.
Aspek sosial dan ekonomi terkait dengan kelestarian lingkungan perlu terciptanya suatu kondisi yang menempatkan setiap kegiatan perekonomian memiliki nilai tambah untuk menciptakan sebuah profit dalam kegiatan usaha yang ramah lingkungan. Pemerintah daerah harus mampu menciptakan peluang-peluang kerja di sektor-sektor yang ramah lingkungan, yang dapat meningkatkan performa lingkungan. Perencanaan penataan ruang merupakan konsepsi integratif antar sektor yang saling berkaitan, menyebabkan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia secara efisien dan efektif.
Selanjutnya dalam mengkaji dan menurunkan konsepsi perencanaan penataan ruang berkelanjutan dipandang perlu untuk mendeskripsikan konsep tersebut dalam serangkaian indikator yang pada akhirnya akan sangat berguna sebagai alat dalam melakukan pengendalian dan evaluasi perencanaan tata ruang. Dapat dikemukakan dalam pembangunan indikator dari perencanaan tata ruang berkelanjutan akan ditemukan keterkaitan kinerja yaitu kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Harmonisasi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam penataan ruang
Saat ini dalam perumusan penataan ruang sepatutnya didasarkan untuk kepentingan mewujudkan penataan ruang yang lestari menguatkan kedudukan penataan ruang serta memberdayakan masyarakat dalam penataan ruang.
Bila kita lihat dari permasalahan-permasalahan yang ada pada penataan ruang baik dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian maka semuanya akan berpangkal pada ketidakmampuan para stakeholders dalam menyadari dan memahami betapa pentingnya perencanaan ruang dalam mengatur segenap kebutuhan dan aktivitas secara terpadu sehingga dengan kondisi tersebut tidak akan memungkinkan bagi stakeholders untuk mengimplemetasikan penataan ruang sebagai suatu proses, dan akibat terwujudnya pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan secara beriringan adalah suatu yang mustahil. Oleh karena itu pemerintah sejak awal harus mampu mempelopori upaya pemahaman kembali esensi perencanaan pembangunan, bahwa perencanaan pembangunan bukanlah sebuah produk politik yang habis diakhir tahun rencana, bahwa kelestarian lingkungan dan ramah lingkungan bukan sekedar slogan semata yang selalu mengalah pada praktek-praktek pertumbuhan ekonomi.
Secara umum pemerintah pada saat ini harus memulai menerapkan konsep penataan ruang yang lestari melalui penekanan pada pendekatan aksi publik. Hal ini menjadi esensial ketika pemerintah memiliki niatan untuk menserasikan penggunaan dan pemanfaatan lahan, pemanfaatan sumber daya alam, dan penataan ruang. Bila ruang lebih diartikan sebagai satuan ekosistem, maka penataan ruang tidak dapat lagi hanya semata dibatasi oleh lingkaran administratif, namun harus ada suatu promosi tentang pengembangan lembaga yang mampu melaksanakan tugas secara lintas administratif dan lintas sektor. Selain itu pula harus ada pengembangan komitmen bersama untuk membangun demi kelestarian.
Untuk merealisasikan keselarasan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan maka perlu dilakukan langkah-langkah nyata sebagai berikut:
1.    Membangun struktur dan pola penataan ruang yang ideal
Pendekatan ini dimaksudkan sebagai langkah awal yang diperlukan untuk mempersiapkan struktur dan perumusan penataan ruang yang dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji segenap kekurangan dan kelemahan terhadap struktur dan pola penataan ruang sebelumnya, serta mengidentifikasi kondisi dan potensi nyata dari sosial, ekonomi dan lingkungan saat ini. Secara garis besar terdapat dua pendekatan yaitu:
a.    Mengembangkan struktur kelembagaan penataan ruang yang memiliki kekuatan hukum dalam menjalankan proses penataan ruang (perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian), mempunyai kemampuan yang baik dalam menjalankan proses penataan ruang, dan mempunyai aksesibilitas yang baik terhadap sektor-sektor pengembangan yang ada termasuk terhadap masyarkat.
b.   Merumuskan kembali pola penataan ruang secara lestari yang ideal yang disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan dan potensi nyata, yang diakomodasikan berbagai kepentingan secara terpadu, yang sangat memudahkan direalisasikan oleh segenap stakeholders pembangunan (pola kemitraan) sehingga mampu mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, kesejahteraan dan kemakmuran sosial, serta kelestarian lingkungan secara beriringan.
2.    Pengembangan Sumber Daya Manusia Stakeholders pembangunan
Pendekatan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memasyarakatkan penataan ruang, sebagai langkah mendoktrinasi arti penting penataan ruang sehingga melahirkan kesadaran dan pemahaman para stackeholders, sehingga akhirnya penataan ruang benar-benar mampu memberdayakan segenap stakeholders. Pengembangan ini juga dimaksudkan dalam rangka mengakselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia para stakeholders, pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) menuju kondisi masyarakat yang sadar, bijak, dan berpengetahuan. Namun perlu ditekankan bahwa pendekatan ini harus ditunjang dengan memperbaiki sistem serta meningkatkan pembangunan pada sektor pendidikan di Indonesia, dengan tujuan tercapainya pembangunan yang berkualitas dan upaya bangsa mengimbangi moderinisasi di segala bidang seiring dengan perkembangan zaman terhadap adanya globalisasi.
3.    Mengembangkan kebijakan-kebijakan pendukung instrumen alternatif
Pengembangan kebijakan yang terencana dengan satu tujuan, dari satuan wilayah kabupaten/kota ke satuan wilayah kabupaten/kota dan satuan wilayah berdasarkan ekosistem yang memiliki keseragaman. Untuk wilayah dengan ekosistem yang sama, mekanisme yang paling memungkin untuk diterapkanuntuk kondisi saat ini adalah melalui pengembangan lembaga hasil kerja sama lintas wilayah namun berbasis ekosistem.
4. Mempromosikan partisipasi publik dan kemitraan 
Prinsip tidak duplikasi merupakan prinsip utama dalam pengembangan lembaga. Pembentukan lembaga kemitraan seharusnya tidak menduplikasi lembaga-lembaga yang telah ada dan terbentuk yang memiliki tujuan yaitu memfasilitasi partisipasi publik dalam perencanaan pembangunan.
Prinsip kesetaraan harus terbangun dalam lembaga kemitraan ini. Jadi keharusan perwakilan dari setiap stakeholders menjadi esensial. Melalui prinsip kesetaraan diharapkan peran setiap sektor dalam mengemukakan pendapat menjadi lebih terjamin. Dengan demikian lembaga ini mampu mengembangkan prinsip menghimpun seluruh aktor dalam masyarakat umum.
Kemitraan yang terbentuk merupakan cikal bakal terbangunnya mekanisme partisipasi publik dalam perencanaan penataan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dan monitoring serta evaluasi penggunaan ruang.
5. peningkatan kapasitas intitusi dan sistem teknologi
Dalam menghadapi otonomi daerah dan sekaligus globalisasi maka pemerintah kabupaten/kota harus memiliki kapasitas yang mumpu dalam mensikapi tekanan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan demikian terdapat beberapa hal yang dibutuhkan yaitu:
a.    Melakukan review dan melakukan revisi mandat atas institusi penanggung jawab atas pertanahan dan isntitusi penanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya alam sehingga lembaga-lembaga tersebut mampu mengintegrasikan isu-isu sosial, ekonomi dan isu lingkungan.
b.   Menguatkan kembali mekanisme koordinasi antar lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas pertanahan dan institusi penanggungjawab atas pengelolaan sumber daya alam, sehingga memiliki kapasitas yang memadai dan melakukan fasilitasi penintegrasian sektor-sektor strategis.
c.    Meningkatkan kapasitas pengambilan keputusan dan mengembangkan koordinasi kerja dengan lembaga horizontal ke atas.
d.   Mengembangkan sistem teknologi dan meningkatkan ketersediaan infrastruktur penunjang pengembangan sistem teknologi perencanaan tata ruang.
e.    Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan institusi dalam penguasaan sistem teknologi termutakhir dalam penyusunan perencanaan tata ruang.
Konsep green economy merupakan sebuah konsep yang tepat untuk diterapkan dalam mewujudkan tata kelola ruang yang berkelanjutan  serta untuk mencapai sebuah tujuan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial karena konsep green economy tetap menjaga keseimbangan antar subsektor baik dalam sektor  perekonomian yang menerapkan prinsip perekonomian yang rendah karbon tanpa menimbulkan kerusakan terhadap alam dan lingkungan, sektor sosial yang menerapkan sosial inklusif, serta pemanfaatan sumber daya alam secara efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
Admojo, S. W. (2006, November 7). Degradasi Lingkungan dan Ancaman Bagi Pertanian. Solo, Jawa Tengah: Solo Pos.
Beatley, T., & Manning, K. (1997). The Ecology of Place. Washinton D.C.: Island Place.
Michener, W. K., Brunt, J. W., & Stafford, S. G. (1994). Environmental Information Mangement and Analysis: Ecosystem to Global Scales . London: Taylor & Francis.

O'Riordan, T. (1999). Environmental Science for Environmental Management . Harlow: Longman Scientific & Technical.

Toko Sepatu Online 14

Sunday, September 13, 2015

PERAN UMKM SEKTOR HOSPITALITY TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI

Agus Miyanto
  1. Green Economy Study Program, Green Economy and Digital Communication Faculty, Surya University, Gedung 01 Scientia Business Park Jl Boulevard Gading Serpong Blok O/1, Tangerang, 15810, Indonesia
  2. Kelompok 2

Abstrak
Penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana Peran dan Upaya UMKM Hospitality (Perdagangan, Perhotelan dan Restoran) terhadap perekonomian Indonesia dalam Globalisasi. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa UMKM sektor Hospitality mampu bersaing dalam persaingan Global, dan  UMKM Sektor Hospitality  adalah salah satu usaha  yang berperan penting terhadap perekonomian nasional yang memberikan kontribusi positif pada sektor ekonomi, terutama terhadap pertumbuhan  PDB Indonesia, para pelaku usaha Hospitality harus melakukan upaya untuk terus  mengembangkan usaha hospitality di Indonesia agar mampu bersaing dalam sekala global karena dengan adanya globalisasi persaingan di tingkat dunia semakin ketat.
Kata Kunci: UMKM sektor Hospitality, Peran, galobalisasi

Abstract
Research is to determine how the role and efforts of SMEs Hospitality (Trade, Hospitality and Restaurant) on the Indonesian economy in Globalization. The research method in this study using literature. The results of this study indicate that the hospitality sector SMEs can compete in the global competition, and the SME sector Hospitality is one of the businesses that are important to the national economy which make a positive contribution to the economy, especially on the growth of Indonesia's GDP, Hospitality business people should make an effort to continue to develop the hospitality business in Indonesia in order to compete in a global scale due to the globalization of competition at world level is getting tougher.
Keywords: Hospitality sector SMEs, Role, globalization





1.      Pendahuluan

1.1  Latar Belakang
Globalisasi merupakan suatu perkembangan yang tidak dapat dicegah ataupun dihindari oleh suatu Negara. Dalam buku Globalization Menurut Carnegie Endowment, globalisasi adalah proses interaksi dan integrasi antarindividu, perusahaan dan Negara-negara yang berbeda kebangsaan atau sebuah proses yang didorong oleh perdagangan internasional dan investasi serta dibantu oleh teknologi informasi (Boundreaux, 2008). Dengan[l1]  adanya globalisasi akan memengaruhi dalam berbagai aspek diantaranya, Kecenderungan semakin kuatnya ikatan ekonomi, politik, teknologi dan budaya yang menghubungkan berbagai individu, komunitas, perusahaan dan pemerintahan di seluruh dunia.
Dengan adanya globalisasi sebuah Negara diharuskan untuk mampu bersaing menghadapi tantangan yang ada. Salah satu tantangan dalam globalisasi adalah tantangan dalam bidang ekonomi. Di Indonesia kesiapan dalam menghadapi tantangan globalisasi semakin nyata, hal itu dapat dirasakan dengan adanya kebijakan Impor, maupun perdagangan bebas antar Negara, serta organisasi antar Negara seperti AFTA. Dengan adanya hal tersebut Indonesia harus semakin siap untuk menghadapi tantangan yang ada.
Usaha yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan adanya globalisasi adalah dengan meningkatkan sektor perekonomian yang ada di Indonesia. Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi (Bank Dunia, 2005). Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu kegiatan usaha yang telah mampu bertahan dalam menghadapi sebuah tantangan global yang ada di Indonesia. UMKM telah mampu bertahan dalam menghadapi krisis yang terjadi di Indonesia, dan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia secara dinamis. UMKM pada saat ini menjadi sesuatu yang penting dalam menopang pilar perekonomian.  Sektor UMKM menjadi salah satu segmen bisnis vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kuantitas UMKM (jumlah UMKM) adalah suatu potensi besar di dalam perekonomian.  Jumlah unit usaha meningkat dari 49.021.803 unit pada tahun 2006 menjadi 56.534.592 unit pada tahun 2012, terjadi kenaikan 15,3%.
Penggolongan utama (pokok) sektor ekonomi yang meliputi UMKM di Indonesia terbagi menjadi 9 sektor (Depkop, 2011). UMKM sektor Perdagangan, Lestoran, dan Perhotelan (Hospitality) merupakan salah satu sektor UMKM yang ada yang memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan ekonomi  di Indonesia, dari 9 sektor yang ada, pada  tahun 2013 sektor Hospitality memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 1,07% dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,78% (BPS, 2014).
Oleh karena diperlukan sebuah strategi dan upaya agar kontribusi yang positif tersebut selalu terjaga dan dapat meningkat agar UMKM sektor Hospitalisasy mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan mampu untuk menghadapi tantangan globalisasi.
1.2  Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti merumuskan masalah tentang bagaimana upaya meningkatkan peran UMKM sektor Hospitality dalam menghadapi globalisasi?
1.3  Tujuan Peneliatian
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui upaya meningkatkan peran UMKM sektor Hospitality dalam menghadapai globalisasi.
1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk Meningkatkan kontribusi UMKM sektor Hospitality terhadap perekonomian di Indonesia dalam menghadapi globalisasi.
2.      Metode Penelitian

2.1  Landasan Teori
2.1.1  Pengertian UMKM
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, UMKM memiliki definisi sebagai berikut:
a.       Usaha Mikro Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan  dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh  juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
b.       Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c.        Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar yang memiliki kriteria, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.1.2  Usaha Hospitality
Hospitality industry meliputi berbagai bidang, meliputi bisnis hotel, restoran, fast food, juga bisnis persewaan mobil. Secara umum, industri ini mendominasi penggunaan mode franchising dan manajemen kontrak untuk mengembangkan usahanya menjadi bisnis multinasional (Geoffrey, 2004).
Penggunaan tatanan kontrak manajemen dan franchising di bidang perhotelan memberikan juga keuntungan dalam hal periklanan. Pengusaha hotel periklanan hanya perlu dilakukan oleh jaringan hotel saja, selebihnya promosi dilakukan dari dalam melalui kepuasan atas pelayanan (Dunning, 1993 ). Mode yang diterapkan ini tak ayal membentuk sebuah chains of hotels, yang pada perkembangan berikutnya persaingan antara jaringan hotel jauh lebih signifikan dibandingkan dengan persaingan antar hotel itu sendiri. Pada industri perhotelan, keunggulan spesifik perusahaan adalah sistem reservasi global dan ekuitas brand yang memungkinkan operator ekonomi dengan lingkup dan skala internasional dalam memberikan tawaran kepada pebisnis saat bepergian ke luar negeri.
2.1.3  Strtegi bisnis tingkat global menurut Hitt, Ireland, dan Hoskisson
Dalam menyongsong globalisasi maka sebuah perusahaan atau usaha dapat menerapkan strategi-strategi dalam usahanya (Rina, 2003). Menurut (Hitt, Ireland, & Hoskisson, 2011) dalam bukunya Consept Strategy Management Competitiveness and Globalization, Ninth Edison dalam menghadapi globalisasi dapat menerapkan strategi-strategi:
a.       Analisa lingkungan  eksternal
Lingkungan eksternal perusahaan seringkali bersifat menantang dan kompleks, perusahaan harus mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada dalam lingkungan eksternal mereka. Lingkungan eksternal ada dua bagian yaitu lingkungan umum mencakup lima segmen: demografi, ekonomi, politik hukum, sosial budaya dan teknologi. Bagian ke dua yaitu lingkungan industri: faktor-faktor ancaman masuknya peserta / pelaku baru, kekuatan posisi pemasok, kekuatan posisi pembeli, ancaman produk pengganti dan intensitas persaingan. Manajer harus mengerti posisi perusahaan mereka, relatif terhadap pesaing, dalam hal dimensi strategi yang penting.
b.       Analisis Lingkungan Internal
Karena perekonomian global, sumber keunggulan bersaing tradisional, mencakup biaya, tenaga kerja, biaya modal dan bahan baku menjadi tidak efektif secara relatif. Para manajer dievaluasi dalam hal kemampuan mereka untuk mengidentifikasikan, memelihara dan menggunakan kompetensi inti perusahaan mereka. setiap perusahaan ditantang untuk menggunakan keunggulan bersaing yang dimiliki saat ini sementara secara bersamaan juga menggunakan sumber daya, kemampuan dan kompetensinya untuk mengembangkan keuntungan yang relevan di masa depan.
c.        Strategi Tingkat Bisnis
Strategi tingkat bisnis (business level strategy) menekankan tindakan yang harus diambil untuk menyediakan nilai bagi konsumen dan mendapatkan keunggulan bersaing melalui pendayagunaan kompetensi inti dalam pasar suatu produk tertentu. Kompetensi inti merupakan sumber daya dan kemampuan yang telah ditentukan sebagai sumber keunggulan bersaing bagi perusahaan terhadap pesaingnya. Strategi tingkat bisnis, yang merupakan tindakan terkoordinasi dalam pasar produk tertentu. Keunggulan biaya, pembedaan, biaya rendah terfokus, pembedaan terfokus dan biaya rendah / pembedaan terintegrasi merupakan lima strategi yang harus dilakukan.
d.       Strategi Tingkat Perusahaan
Strategi tingkat perusahaan (corporate level strategy) adalah tindakan yang diambil untuk mendapatkan keunggulan bersaing melalui pemilihan dan pengolahan sejumlah bisnis / usaha yang bersaing dalam beberapa industri atau pasar produk. Strategi tingkat perusahaan berhubungan dengan dua pertanyaan: usaha apa yang harus dipilih perusahaan dan bagaimana perusahaan harus mengolah seluruh usahanya.
e.        Strategi Internasional
Strategi internasional berhubungan dengan penjualan produk kepada pasar diluar pasar domestik perusahaan. Strategi internasional biasanya berusaha memanfaatkan empat peluang penting: potensi peningkatan ukuran pasar, peluang pengembalian investai yang besar, skala ekonomis dan pengetahuan dan potensi keunggulan lokasi.
f.        Kepemimpinan Strategi
Kepemimpinan strategis mencakup penentuan arah strategis, pemanfaatan dan pemeliharaan kompetensi inti, pengembangan modal manusia, pemeliharaan budaya korporat yang efektif, penekanan praktek-praktek etis, dan pembangunan pengendalian strategis.

2.2  Hipotesis
UMKM sektor Hospitality di Indonesia akan tetap bertahan dan siap dalam menghadapi globalisasi sehingga dapat memberikan kontribusi yang semakin baik untuk perekonomian di Indonesia.
2.3  Metode Penelitian dan Teknik
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan teknik studi pustaka menggunakan sumber buku, jurnal, maupun analisis data dari website.

3.      Pembahasan dan Intepretasi Data
3.1  Membangun Bisnis Hospitality
Keberhasilan setiap bisnis perhotelan terutama tergantung pada rencana pembangunan. Pengembangan bisnis mencakup berbagai macam kegiatan yang membuat baru atau diubah penawaran, pasar, organisasi dan proses. Hal ini meningkatkan penjualan, meningkatkan kepuasan pelanggan, menambah kualitas, mengurangi biaya dan mencapai banyak manfaat untuk organisasi. Agar organisasi perhotelan menjadi sukses, pengembangan usaha perlu dimasukkan ke dalam tujuan dan sasaran bisnis perusahaan. Oleh karena itu, pengembangan bisnis harus menjadi bagian strategis dari rencana bisnis tahunan organisasi perhotelan. Ketika sebuah organisasi perhotelan memutuskan untuk mengembangkan bisnisnya, biasanya dipengaruhi oleh berbagai motif. Motif ini dapat diklasifikasikan sebagai reaktif / proaktif atau internal / eksternal (Ahmed, Crispin, & Alan, 2010).
3.2  Peran UMKM Sektor Hospitality di Indonesia
Pertumbuhan bisnis sektor UMKM selama lima tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang cukup positif sekitar 2,5% setiap tahunnya. Menurut data yang diolah dari Kementerian Koperasi dan UKM dari tahun 2005 jumlah usaha yang memiliki kategori sektor UMKM dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan sebesar dari tahun 2005 sebesar 47 juta usaha menjadi 56,5 juta sampai dengan tahun 2012.

Dari data tersebut dapat disimpulkan pada tiga tahun terakhir pertumbuhan UMKM sebesar 2,7 juta atau pertumbuhan 2,5% per tahunnya. Pertumbuhan UMKM ini didorong oleh pertumbuhan perekonomian negara secara umum 5—6%  per tahunnya yang secara signifikan diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaaan negara dalam bentuk pajak, selain mampu menyerap tenaga kerja baik yang kurang terdidik maupun pembukaan lapangan pekerjaan baru, meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial yang tinggi. 
Untuk UMKM sektor Perdagangan, Perhotelan dan Restoran (Hospitality), berdasarkan data Perkembangan Jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2010-2011 memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor pertanian (Lampiran 1).
Lampiran 1:
Hal tersebut tak lepas dari tingginya dukungan pembiayaan perbankan. Dukungan akses pendanaan perbankan tersebut  menjadi salah satu faktor peningkatan perkembangan sektor perdagangan UMKM. Realisasi KUR dari tahun 2007-2012 melalui 7 bank nasional telah mencapai Rp. 89,97 triliun dan diberikan kepada 7.161.021 debitur dimana penyaluran di sektor perdagangan mencapai Rp. 49 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 4,8 juta. Adapun sektor perdagangan di tahun 2014 masih akan menjadi target penyaluran kredit UMKM bagi banyak bank dikarenakan sektor perdagangan merupakan sektor yang ekonomis usahanya dapat terukur.
Sedangkan untuk distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Sektor perhotelan merupakan salah satu sektor dari ke tiga sektor yang memiliki peranan penting terbesar ke-dua dari 9 sektor UMKM yang ada di Indonesia, Tiga sektor utama yaitu Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pertanian, dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran mempunyai peranan sebesar 52,45 persen pada tahun 2013. Sektor Industri Pengolahan memberikan kontribusi sebesar 23,69 persen, Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran memberikan kontribusi masing-masing sebesar 14,43 persen dan 14,33 persen (BPS, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2014).
Dalam penyerapan tenaga kerja yang ada UMKM menyerap banyak tenaga kerja.  Penyerapan tenaga kerja memperlihatkan kenaikan, dari 87.909.598 tenaga kerja di tahun 2006 menjadi 107.657.509 tenaga kerja UMKM di tahun 2012. Terjadi kenaikan 22,5% jumlah tenaga kerja dari 2006 hingga 2012, menunjukkan bahwa UMKM mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang selanjutnya dapat membantu perekonomian dalam hal pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di daerah. Rata-rata per tahun, UMKM dapat memberikan peluang pekerjaan bagi 96.774.125.71 orang, atau 97,2% dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. UMKM pada saat ini menjadi sesuatu yang penting dalam menopang pilar perekonomian. Sektor UMKM menjadi salah satu segmen bisnis vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kuantitas UMKM (jumlah UMKM) adalah suatu potensi besar di dalam perekonomian.  Jumlah unit usaha meningkat dari 49.021.803 unit pada tahun 2006 menjadi 56.534.592 unit pada tahun 2012, terjadi kenaikan 15,3% . Rata-rata tiap tahun, jumlah unit UMKM mencapai 99,99% dari total pelaku usaha nasional tiap tahunnya.
3.3  Peluang Sektor Hospitality Indonesia dalam Globalisasi
Globalisasi memberikan perubahan dan dampak dalam berbagai hal, salah satunya adalah adanya globalisasi dalam bidang ekonomi yang semakin membuka peluang pengusaha asing untuk turut bekompetisi dalam menjariing konsumen lokal. Begitu juga dengan para pelaku usaha lokal yang bias mendapatkan peluang untuk bersaing dengan para pelaku usaha luar negeri.  Dampak globalisasi menyebabkan industri jasa yang terdiri dari berbagai macam industri seperti telekomunikasi, transportasi, perbankan, dan perhotelan berkembang dengan cepat.  Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengalami pertumbuhan dalam pembangunan perhotelan. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) akhir 2014 lalu menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah hotel baik berbintang maupun non bintang terus mengalami peningkatan. Jika tahun 2012 jumlah hotel berbintang sebanyak 1.623 hotel dengan kapasitas kamar sebanyak 155.740, maka tiga tahun kemudian atau tahun 2014, bertambah menjadi 1.996 hotel dengan jumlah kamar sebesar 195.886 unit. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan meningkatnya jumlah tamu per hari dalam tiga tahun terakhir. Dari 104.062 jumlah tamu per hari di tahun 2012, menjadi 133.989 tamu per hari di tahun 2014.
Tingginya supplay sektor hotel menempatkan Indonesia di urutan ketiga negara dengan pembangunan hotel terbanyak di kawasan Asia Pasifik menurut STR Global yang dirilis akhir 2014 lalu. Menurut lembaga yang fokus pada industri hotel internasional tersebut, sepanjang November 2014, Indonesia telah membangun sebanyak 28.806 kamar hotel baru. Angka ini mengalahkan Malaysia, Jepang, dan Filipina.
Hal ini menunjukan bahwa Indonesia tetap mampu bersaing dalam persaingan global dengan Negara lain dalam usaha sektor Hospitality dan hal ini memberikan peluang dalam sektor hospitality di Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
4.      Kesimpulan dan Saran
4.1  Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.       Untuk mencapai sebuah kesuksesan dalam melakukan bisnis Hospitality maka diperlukan sebuah rencana pembangunan, serta pengembangan bisnis dengan memasukannya kedalam tujuan dan sasaran organisasi perusahaan.
2.       Perkembangan bisnis UMKM di Indonesia dari tahun 2009—2012 senantiasa mengalami peningkatan yang siknifikan, rata-rata setiap tahun dapat meningkat sebesar 2,5 % dan peningkatan ini salah satunya ditunjukan dengan peran  UMKM sektor Hospitality ( Perdagangan, Perhotelan, dan Restoran) yang begitu penting  terhadap perekonomian di Indonesia, dari tahun 2011-2013 UMKM sektor Hospitality selalu mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang baik terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), di tahun 2013 dari jumlah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,57% dari 9 sektor UMKM, UMKM sektor Hospitality mampu memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 1,07%,  angka ini mengindikasikan bahwa UMKM sektor Hospitality memberikan peranan yang berarti bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karenanya harus senantiasa di jaga, dan dikembangkan agar dapat bertahan bahkan dapat meningkat dalam memberikan kontribusi yang positif untuk kemajuan perekonomian di Indonesia.
3.       Dengan kemajuan yang positif setiap tahunnya, UMKM sektor Hospitality di Indonesia mampu bersaing dengan Negara lain, hal itu dapat terlihat dari penelitian yang dilakukan  STR Global yang merupakan lembaga yang fokus pada industri hotel internasional, Indonesia sebagai Negara pembangun hotel terbanyak ke 3 di Asia Pasifik pada Desember akhir 2014, dan juga hal itu di ikuti dengan semakin meningkatnya jumlah pengunjung hotel per hari yang semakin meningkat selama 3 tahun terakhir di tahun 2014.
4.2  Saran
Adapun beberapa saran Untuk mempertahankan dan meningkatkan peran UMKM sektor Hospitality terhadap perikonomian di Indonesia adalah sebagai berikut:
  1. Saran terhadap Pemerintah
a.       Pemerintah harus memberikan dukungan terhadap para pelaku UMKM sektor Hospitality di Indonesia, seperti dengan memberikan modal terhadap para pelaku UMKM agar dapat mengembangkan usaha yang dilakukannya.
b.       Memberikan kemudahan kepada para pelaku UMKM sektor Hospitality dalam melakukan perijinan Usaha dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
c.        Memberikan pelatihan khusus yang dapat meningkatkan kwalitas Sumber Daya Manusia sehingga mampu untuk bersaing di kancah global.
d.       Mendukung para pelaku UMKM ketika bekerjasama dengan Negara lain yang mampu memberikan dampak yang baik yang saling menguntungkan.
  1. Saran terhadap Para Pelaku UMKM Sektor Hospitality
a.       Meningkatkan kwalitas produk yang ditawarkan, seperti dalam hal perhotelan maka harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pelanggan, memberikan tempat yang bersih, nyaman,, dan aman serta memberikan fasilitas yang lengkap dan didukung dengan teknologi yang  dapat memberikan kemudahan dan  kepuasan kepada para pelanggan.
b.       Dalam usaha perhotelan dibutuhkan strategi untuk memperkenalkan penginapan kepada semua orang. Langkah yang efektif adalah melalui jaringan sosial media yang mampu menjangkau seluruh orang di dunia. Dengan menerapkan strategi menempatkan pegawai khusus untuk menginformasikan, menerima masukan, maupun menjawab kritikan dari para tamu. Upaya ini dinilai lebih cepat merespons pertanyaan maupun pernyataan dari setiap tamu.
c.        Melakukan seleksi yang ketat saat penerimaan karyawan dengan menerapkan standarisasi sehingga dapat terpilih sumber daya manusia yang berkualitas, dan mampu berdaya saing secara global.
d.       Para pelaku Usaha UMKM memfokusankan seluruh sumber daya hanya pada unit usaha yang berprospek dan menguntungkan serta sesuai dengan nilai-nilai maupun kepentingan strategis jangka panjang. Pemilihan pemfokusan ini dapat dilakukan berdasarkan evaluasi atas beberapa kriteria tertentu seperti, prospek atau nilai usaha dan kesesuaian dengan visi dan misi Perusahaan.
e.        Meningkatkan daya saing berkelanjutan salah satunya melalui peningkatan perluasan jaringan kerjasama global. Melakukan pelatihan dan pendidikan kepada para karyawan untuk meningkatkan pengetahuan, kwalitas pelayanan dalam kerja, ketrampilan dalam melakukan pekerjaanya sehingga dapat memberikan kontribusi yang terbaik bagi perusahaan.
f.        Melakukan inovasi- inovasi dalam menjalankan usahanya, seperti melakukan inovasi dalam menyediakan fasilitas,  Inovasi Produk, Inovasi Proses, Inovasi Organisasional dan Inovasi Pemasaran.
Daftar Acuan
Ahmed, H., Crispin, D., & Alan, C. (2010). Hospitality Business Development. In H. Ahmed, D. Crispin, & C. Alan, Hospitality Business Development. Oxford: Elsevier.
Bank Dunia. (2005, January). Mendukung Usaha Kecil dan Menengah. Retrieved from Indonesia Policy Briefs - Gagasan untuk Masa Depan: 1. http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/SME.pdf
Boundreaux, D. J. (2008). Globalization. London: Greenwoodpress. (Boundreaux, 2008)
BPS. (2014). Berita Resmi Statistik. Jakarta: BPS.
BPS. (2014). Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS.
Depkop. (2011). Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun 2010-2011. Jakarta: Bagian Data- Biro Perencanaan.
Dunning, J. H. (1993 ). The Globalization of Business. In J. H. Dunning, The Globalization of Business (pp. 252-253). London : Routledge.
Geoffrey, J. (2004). From the Nineteenth to the Twenty- first Century. In J. Geoffrey, Multinationals and Global Capitalism (p. 128). Oxford: University Press.
Hitt, Ireland, & Hoskisson. (2011). Consept Competitiveness & Globalization, Ninth Edition. In Hitt, Ireland, & Hoskisson, Strategic Management (pp. 62-92). Canada: South-Western Learning Cengage Learning.
Hitt, Ireland, & Hoskisson. (2011). Consept Competitiveness & Globalization, Ninth Edition. In Hitt, Ireland, & Hoskisson, Strategic Management (pp. 96-113). Canada:
Hitt, Ireland, & Hoskisson. (2011). Consept Competitiveness & Globalization, Ninth Edition. In Hitt, Ireland, & Hoskisson, Strategic Management (pp. 57-278). Canada: South-Western Learning Cengage Learning.
Rina, S. P. (2003). Manajemen Strategi Dalam Menghadapi Era Globalisasi. Unitas, September 2002 - Februari 2003, Vol 11 no., 20-36.























Lampiran







KARTU PUSTAKA
Judul Buku      :. Globalization
Pengarang       : Donald D. Boundreaux
Penerbit           : Greenwoodpress
Tahun Terbit    : 2008

No.
Kutipan
Halaman
1
Globalization is a process of interaction and integration among the people, companies, and governments of different nations, a process driven by inter- national trade and investment and aided by information technology.

1






KARTU PUSTAKA
Judul Buku      : Hospitality Business Development
Pengarang       : Ahmed Hassanien, Crispin Dale, Alan Clarke
Penerbit           : Elsevier Ltd.
Tahun Terbit    : 2010

No.
Kutipan
Halaman
1
The success of any hospitality business depends mainly on its development plans. Business development includes a wide range of activities that create new or changed offerings, markets, organisations and processes. It enhances sales, improves customer satisfaction, augments quality, diminishes costs and achieves numerous benefits for organisations. In order for hospitality organisations to be successful, business development needs to be incorpo- rated into the company’s business goals and targets. Accordingly, business development should be a strategic part of hospitality organisation’s annual business plan. When a hospitality organisation decides to develop its busi- ness, it is usually affected by various motives. These motives can be classified Introduction to Hospitality Business Developmenas reactive/proactive or internal/external.
2-3






KARTU PUSTAKA
Judul Buku      UMKM Outlook 2014
Pengarang       : Prof. Dr. Adler Haymans Manurun, dkk.
Penerbit           : Kontan
Tahun Terbit    : 2014

No.
Kutipan
Halaman
1
Tiga kelompok kategori UMKM dapat memberikan gambaran bahwa bisnis bisa berpindah kategori kelompok sesuai dengan pertumbuhan dan pengembangan bisnisnya. Dari data tersebut dapat disimpulkan pada tiga tahun terakhir pertumbuhan UMKM sebesar 2,7 juta atau pertumbuhan 2,5% per tahunnya. Pertumbuhan UMKM ini didorong oleh pertumbuhan perekonomian negara secara umum 5- 6% per tahunnya yang secara signifikan diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaaan negara dalam bentuk pajak, selain mampu menyerap tenaga kerja baik yang kurang terdidik maupun pembukaan lapangan pekerjaan baru, meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial yang tinggi. 
11










KARTU PUSTAKA
Judul Buku      :
Pengarang       :
Penerbit           :
Tahun Terbit    :
No.
Kutipan
Halaman












 [l1]Cari gambar globalisasi, integrasi anatr individu ,interaksi.