KONSEP
GREEN ECONOMY DALAM PEMBANGUNAN
TATA
KELOLA LINGKUNGAN YANG BERKELANJUTAN
Essay
Green Economy
NAMA
: AGUS MIYANTO
NIM
: 002136162558957
Program
Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Sosial dan Ekonomi
Surya
University
2015
KONSEP
GREEN ECONOMY DALAM PEMBANGUNAN
TATA
KELOLA LINGKUNGAN YANG BERKELANJUTAN
Aktivitas
Pembangunan
Kebijakan pembangunan dewasa ini lebih
banyak terfokus kepada usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomi jangka pendek
dan mengabaikan kepentingan yang berorientasi pada keuntungan jangka panjang
dan keberlanjutan . Pembangunan merupakan salah satu tujuan nasional dalam
rangka untuk menyesejahterakan masyarakat, dimana salah satu pembangunan yang
dilakukan adalah melalui pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi yang dilakukan di
Indonesia saat ini masih menitikberatkan pada upaya untuk mewujudkan
pertumbuhan ekonomi, dimana dalam pelaksanaanya masih sangat menggantungkan
terhadap sumber daya alam yang ada, sehingga aksi eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya alam di Indonesia belum dapat dikendalikan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga sumber daya alam yang ada di
eksploitasi secara terus menerus tanpa memperhitungkan kesimbangan lingkungan,
menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya alam dan degradasi lingkungan.
Degradasi
Lingkungan
Indonesia sebagai negara kepulauan
memilikiki sumber daya yang sangat besar meliputi potensi lautan seluas 3,1
juta km2 dan potensi daratan seluas 1,9 juta km2,
termasuk pulau-pulau kecil terluar pada kawasan perbatasan negara yang
memerlukan perhatian khusus untuk menjaga kedaulatan Negara.
Peningkatan aktifitas pembangunan
membutuhkan ruang yang semakin besar dan dapat berimplikasi pada perubahan
fungsi lahan/kawasan secara signifikan. Euphoria
otonomi daerah yang lebih berorientasi pada peningkatan pendapatan asli
daerah (PAD) juga memotivasi pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana di
daerah, yang faktanya menyebabkan peningkatan pengalihan fungsi ruang dan
kawasan dalam jangka panjang. Hal tersebut dapat ditemui dalam pembangunan
kawasan perkotaan yang memerlukan ruang yang besar untuk menyediakan lahan
untuk sarana dan prasarana pemukiman, perindustrian, perkantoran, pusat-pusat
perdagangan dan sebagainya. Demikian halnya dalam pola perubahan kawasan seperti
pengubahan alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian atau perkebunan,
yang menyebabkan penurunan fungsi hutan sebagai kawasan penyangga, pemelihara
tata air, pengendali perubahan iklim mikro dan sebagainya. Perubahan fungsi
ruang kawasan menyebabkan menurunnya kulitas lingkungan, seperti terjadinya
pencemaran, kemacetan, hilangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau, serta
terjadinya berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan dan
sebagainya. Pemanfaatan sumber daya ruang juga dapat menyebabkan perbedaan
persepsi dan timbulnya persengketaan tentang ruang, yang memicu munculnya
kasus-kasus persengketaan batas wilayah di berbagai daerah bahkan juga
internasional. Hal tersebut seolah-olah menunjukan adanya trade off antara perkembangan ekonomi dengan kelestarian
lingkungan.
Konsep
Green Economy
Pembangunan yang berkelanjutan akan
dapat dilakukan jika tata ruang lingkungan dapat diatur menggunakan sebuah
konsep yang tepat yang akan memudahkan terealisasinya sebuah tata ruang
lingkungan yang berkelanjutan.
Konsep Green Economy merupakan sebuah konsep yang selalu mengedepan
prinsip-prinsip keberlanjutan dalam tiga aspek penting, yaitu aspek lingkungan,
ekonomi dan sosial. Ketiga aspek tersebut tidak dapat dikesampingkan, karena
dalam berbagai aktifitas yang dilakukan manusia akan berhadapan langsung dengan
ke tiga aspek tersebut yang semuanya akan berpengaruh satu dengan yang lain,
oleh karena itu diperlukan kesimbangan dan upaya untuk saling mendukung
terutama dalam penerapan tata ruang lingkungan yang berkelanjutan.
Prinsip-prinsip
penataan ruang berkelanjutan
Untuk mencapai tata ruang yang
berkelanjutan terdapat beberapa prinsip yang perlu untuk diterapkan
diantaranya;
1.
Prinsip manajemen kota
Dalam
rangka keberlanjutan manajemen kota, pada esensinya merupakan proses politik.
Proses manajemen kota yang berkelanjutan membutuhkan berbagai perangkat
penunjang yang potensial untuk dikembangkan sebagai dasar-dasar pengintegrasian
sistem lingkungan, sistem sosial, sistem ekonomi. Melalui penerapan perangkat
penunjang ini, penyusun kebijakan pembanguna yang berkelanjutan akan menjadi
semakin mampu mencakup seluruh perhatian utama dalam suatu sistem yang lebih
makro.
2.
Prinsip integrasi kebijakan
Pembagian
tanggung jawab yang terbangun dapat merealisasikan koordinasi dan integrasi.
Proses integrasi terbagi menjadi dua yaitu secara horizontal dan secara
vertical. Secara horizontal proses integrasi diharapkan mampu mendukung efek
sinergitas yang berkelanjutan dari dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi,
sedangkan secara vertical proses integrasi dapat dilakukan antara pemerintahan
di daerah, pemerintahan provinsi, lintas departemen di pemerintahan pusat,
hingga negara-negara tetangga, dalam satu kesepahaman kebijakan bersama.
3.
Prinsip
berpikir ekosistem
Cara
berpikir ekosistem menempatkan kota sebagai suatu sistem yang komplek yang
berkarakteristik selalu bergerak dan lebih merupakan rangkaian proses perubahan
dan pembangunan. Hal ini mengingatkan bahwa dalam rangka pembangunan yang
berkelanjutan, setiap energi, sumber daya alam dan limbah dari setiap kegiatan,
dibutuhkan perawatan, restorasi dan stimulasi.
4.
Prinsip
kemitraan
Kemitraan
antara berbagai pihak dengan masing-masing kepentingannya menjadi hal yang
penting. Karena keberlanjutan merupakan pembagian dari tanggung jawab
masing-masing pihak, sebagaimana diketahui bahwa keberlanjutan merupakan proses
belajar, yang didalamnya berisikan learning
by doing, saling berbagi pengalaman, pelatihan dan pendidikan profesi, Cross dissciplinary working, kemitraan
dan jaringan kerja, partisipasi dan konsultasi
komunitas, mekanisme pendidikan inovatif, dan peningkatan kesadaran
lingkungan, merupakan elemen utama yang harus ditumbuh kembangkan.
Manajemen sumber daya alam
berkelanjutan membutuhkan pendekatan terintegrasi dalam membangun lingkaran
tertutup dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA), energi dan limbah melalui
mekanisme:
a.
minimalisasi
produk limbah melalui pemanfaatan kembali limbah dan atau recycling.
b.
minimalisasi
konsumsi SDA, terutama SDA yang dapat diperbaharui dan mengembangkan SDA yang
terbarukan.
c.
meminimalkan
jumlah polusi tanah, air, dan udara.
d.
meningkatkan
jumlah lahan terbuka hijau.
Aspek sosial dan ekonomi terkait dengan
kelestarian lingkungan perlu terciptanya suatu kondisi yang menempatkan setiap
kegiatan perekonomian memiliki nilai tambah untuk menciptakan sebuah profit
dalam kegiatan usaha yang ramah lingkungan. Pemerintah daerah harus mampu
menciptakan peluang-peluang kerja di sektor-sektor yang ramah lingkungan, yang
dapat meningkatkan performa lingkungan. Perencanaan penataan ruang merupakan
konsepsi integratif antar sektor yang saling berkaitan, menyebabkan pemanfaatan
sumber daya alam yang tersedia secara efisien dan efektif.
Selanjutnya dalam mengkaji dan
menurunkan konsepsi perencanaan penataan ruang berkelanjutan dipandang perlu
untuk mendeskripsikan konsep tersebut dalam serangkaian indikator yang pada
akhirnya akan sangat berguna sebagai alat dalam melakukan pengendalian dan
evaluasi perencanaan tata ruang. Dapat dikemukakan dalam pembangunan indikator
dari perencanaan tata ruang berkelanjutan akan ditemukan keterkaitan kinerja
yaitu kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Harmonisasi
aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam penataan ruang
Saat ini dalam perumusan penataan ruang
sepatutnya didasarkan untuk kepentingan mewujudkan penataan ruang yang lestari menguatkan
kedudukan penataan ruang serta memberdayakan masyarakat dalam penataan ruang.
Bila kita lihat dari
permasalahan-permasalahan yang ada pada penataan ruang baik dalam perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian maka semuanya akan berpangkal pada ketidakmampuan
para stakeholders dalam menyadari dan
memahami betapa pentingnya perencanaan ruang dalam mengatur segenap kebutuhan
dan aktivitas secara terpadu sehingga dengan kondisi tersebut tidak akan
memungkinkan bagi stakeholders untuk
mengimplemetasikan penataan ruang sebagai suatu proses, dan akibat terwujudnya
pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan
secara beriringan adalah suatu yang mustahil. Oleh karena itu pemerintah sejak
awal harus mampu mempelopori upaya pemahaman kembali esensi perencanaan
pembangunan, bahwa perencanaan pembangunan bukanlah sebuah produk politik yang
habis diakhir tahun rencana, bahwa kelestarian lingkungan dan ramah lingkungan
bukan sekedar slogan semata yang selalu mengalah pada praktek-praktek
pertumbuhan ekonomi.
Secara umum pemerintah pada saat ini
harus memulai menerapkan konsep penataan ruang yang lestari melalui penekanan
pada pendekatan aksi publik. Hal ini menjadi esensial ketika pemerintah
memiliki niatan untuk menserasikan penggunaan dan pemanfaatan lahan, pemanfaatan
sumber daya alam, dan penataan ruang. Bila ruang lebih diartikan sebagai satuan
ekosistem, maka penataan ruang tidak dapat lagi hanya semata dibatasi oleh
lingkaran administratif, namun harus ada suatu promosi tentang pengembangan
lembaga yang mampu melaksanakan tugas secara lintas administratif dan lintas
sektor. Selain itu pula harus ada pengembangan komitmen bersama untuk membangun
demi kelestarian.
Untuk merealisasikan keselarasan aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan maka perlu dilakukan langkah-langkah nyata
sebagai berikut:
1.
Membangun
struktur dan pola penataan ruang yang ideal
Pendekatan ini dimaksudkan sebagai
langkah awal yang diperlukan untuk mempersiapkan struktur dan perumusan
penataan ruang yang dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji segenap
kekurangan dan kelemahan terhadap struktur dan pola penataan ruang sebelumnya,
serta mengidentifikasi kondisi dan potensi nyata dari sosial, ekonomi dan
lingkungan saat ini. Secara garis besar terdapat dua pendekatan yaitu:
a.
Mengembangkan
struktur kelembagaan penataan ruang yang memiliki kekuatan hukum dalam
menjalankan proses penataan ruang (perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian),
mempunyai kemampuan yang baik dalam menjalankan proses penataan ruang, dan
mempunyai aksesibilitas yang baik terhadap sektor-sektor pengembangan yang ada
termasuk terhadap masyarkat.
b.
Merumuskan
kembali pola penataan ruang secara lestari yang ideal yang disesuaikan dengan
kondisi, kebutuhan dan potensi nyata, yang diakomodasikan berbagai kepentingan
secara terpadu, yang sangat memudahkan direalisasikan oleh segenap stakeholders pembangunan (pola
kemitraan) sehingga mampu mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi,
kesejahteraan dan kemakmuran sosial, serta kelestarian lingkungan secara
beriringan.
2.
Pengembangan
Sumber Daya Manusia Stakeholders
pembangunan
Pendekatan ini dimaksudkan sebagai
upaya untuk memasyarakatkan penataan ruang, sebagai langkah mendoktrinasi arti
penting penataan ruang sehingga melahirkan kesadaran dan pemahaman para stackeholders, sehingga akhirnya
penataan ruang benar-benar mampu memberdayakan segenap stakeholders. Pengembangan ini juga dimaksudkan dalam rangka
mengakselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia para stakeholders, pembangunan (pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha) menuju kondisi masyarakat yang sadar, bijak, dan
berpengetahuan. Namun perlu ditekankan bahwa pendekatan ini harus ditunjang
dengan memperbaiki sistem serta meningkatkan pembangunan pada sektor pendidikan
di Indonesia, dengan tujuan tercapainya pembangunan yang berkualitas dan upaya
bangsa mengimbangi moderinisasi di segala bidang seiring dengan perkembangan
zaman terhadap adanya globalisasi.
3.
Mengembangkan
kebijakan-kebijakan pendukung instrumen alternatif
Pengembangan kebijakan yang terencana
dengan satu tujuan, dari satuan wilayah kabupaten/kota ke satuan wilayah
kabupaten/kota dan satuan wilayah berdasarkan ekosistem yang memiliki keseragaman.
Untuk wilayah dengan ekosistem yang sama, mekanisme yang paling memungkin untuk
diterapkanuntuk kondisi saat ini adalah melalui pengembangan lembaga hasil
kerja sama lintas wilayah namun berbasis ekosistem.
4. Mempromosikan partisipasi publik dan
kemitraan
Prinsip tidak duplikasi merupakan
prinsip utama dalam pengembangan lembaga. Pembentukan lembaga kemitraan
seharusnya tidak menduplikasi lembaga-lembaga yang telah ada dan terbentuk yang
memiliki tujuan yaitu memfasilitasi partisipasi publik dalam perencanaan
pembangunan.
Prinsip kesetaraan harus terbangun
dalam lembaga kemitraan ini. Jadi keharusan perwakilan dari setiap stakeholders menjadi esensial. Melalui
prinsip kesetaraan diharapkan peran setiap sektor dalam mengemukakan pendapat
menjadi lebih terjamin. Dengan demikian lembaga ini mampu mengembangkan prinsip
menghimpun seluruh aktor dalam masyarakat umum.
Kemitraan yang terbentuk merupakan
cikal bakal terbangunnya mekanisme partisipasi publik dalam perencanaan
penataan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dan monitoring serta evaluasi
penggunaan ruang.
5. peningkatan kapasitas intitusi dan
sistem teknologi
Dalam menghadapi otonomi daerah dan
sekaligus globalisasi maka pemerintah kabupaten/kota harus memiliki kapasitas
yang mumpu dalam mensikapi tekanan prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan demikian terdapat beberapa hal yang
dibutuhkan yaitu:
a.
Melakukan
review dan melakukan revisi mandat atas institusi penanggung jawab atas
pertanahan dan isntitusi penanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya alam
sehingga lembaga-lembaga tersebut mampu mengintegrasikan isu-isu sosial,
ekonomi dan isu lingkungan.
b.
Menguatkan
kembali mekanisme koordinasi antar lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas
pertanahan dan institusi penanggungjawab atas pengelolaan sumber daya alam,
sehingga memiliki kapasitas yang memadai dan melakukan fasilitasi
penintegrasian sektor-sektor strategis.
c.
Meningkatkan
kapasitas pengambilan keputusan dan mengembangkan koordinasi kerja dengan lembaga
horizontal ke atas.
d.
Mengembangkan
sistem teknologi dan meningkatkan ketersediaan infrastruktur penunjang
pengembangan sistem teknologi perencanaan tata ruang.
e.
Meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia dan institusi dalam penguasaan sistem teknologi
termutakhir dalam penyusunan perencanaan tata ruang.
Konsep green economy merupakan sebuah konsep yang tepat untuk diterapkan
dalam mewujudkan tata kelola ruang yang berkelanjutan serta untuk mencapai sebuah tujuan nasional
dalam meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial karena konsep green economy tetap menjaga keseimbangan
antar subsektor baik dalam sektor
perekonomian yang menerapkan prinsip perekonomian yang rendah karbon
tanpa menimbulkan kerusakan terhadap alam dan lingkungan, sektor sosial yang
menerapkan sosial inklusif, serta pemanfaatan sumber daya alam secara efektif
dan efisien.
Daftar
Pustaka
Admojo,
S. W. (2006, November 7). Degradasi Lingkungan dan Ancaman Bagi Pertanian.
Solo, Jawa Tengah: Solo Pos.
Beatley, T., &
Manning, K. (1997). The Ecology of Place. Washinton D.C.: Island Place.
Michener, W. K.,
Brunt, J. W., & Stafford, S. G. (1994). Environmental Information
Mangement and Analysis: Ecosystem to Global Scales . London: Taylor &
Francis.
O'Riordan, T. (1999). Environmental
Science for Environmental Management . Harlow: Longman Scientific &
Technical.