KETIMPANGAN PENDAPATAN MASYARAKAT AKIBAT PERTUMBUHAN EKONOMI
Paradigma
Pertumbuhan
Pelaksanaan pembangunan di negara-negara berkembang
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dengan fokus pada peningkatan pendapatan
masyarakat dan pertumbuhan pendapatan nasional. Penerapan paradigma pertumbuhan
ini memang dicanangkan oleh PBB sebagai strategi pembangunan periode pertama
yang berlangsung pada dasawarsa 1960-1970-an dengan target pertumbuhan ekonomi
sebesar 5% per tahun. Tetapi, dalam prakteknya, ternyata mengabaikan masalah
distribusi pendapatan nasional, sehingga timbul permasalahan baru yang justru
lebih besar, seperti masalah kemiskinan, penganguran dan kesenjangan pembagian
pendapatan, urbanisasi dan perusakan lingkungan.
Di Indonesia sendiri sangat jelas terlihat pada saat
pemerintahan Orde Baru (sejak awal tahun 1970-an), yang menerapkan planned
economy dengan pola “Growth First then Distribution of Wealth” atau
yang lebih dikenal dengan strategi trickle down effects, terutama
mengadopsi dari model Rostow yang lebih mengedepankan economic growth daripada
faktor manusia dan nilai-nilai budaya sebagai pokok persoalan pembangunan
(Budiman, 2000). Di dalam teorinya Rostow mengartikan pembangunan ekonomi
sebagai suatu proses yang menyebabkan perubahan dalam masyarakat, yaitu
perubahan politik, struktur sosial, nilai sosial dan struktur kegiatan
ekonominya (Suryana, 2000:61).
Dalam masa Orde Baru pembangunan yang mengedepankan economic growth dengan pola konglomerasi
(bahwa semua kebijakan berasal dari pemerintah) sehingga mengabaikan masyarakat
untuk berpartisipasi, termasuk dalam turut mempengaruhi kebijakan-kebijakan
pembangunan dengan tiadak adanya ruang publik, sehingga juga menghasilkan
dampak yang negatif, yaitu bahwa pertumbuhan tinggi namun kesenjangan antara
yang kaya dan miskin semakin lama semakin jauh. Si kaya semakin kaya dan si
miskin semakin miskin. Akibatnya adalah kapasitas ekonomi kelas bawah dalam ekonomi nasional tidak tertampung (Azis dan
Tim CPPS, 2001:27). Selain hal tersebut dengan pola yang telah diterapkan pada
masa Orde Baru mengakibatkan perekonomian yang telah dibangun seperempat abad
hancur hanya dengan sekali krisis
moneter yang melanda, bahkan berakibat krisis ekonomi yang berkepanjangan
(Yuwono, 1999).
Berikut ini adalah tabel yang menunjukan PDB di
Indonesia dengan jumlah yang tinggi sebelum krisis moneter:
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
PDB
|
7,82
|
4,70
|
-13,20
|
0,23
|
4,77
|
PDB tanpa migas
|
8,16
|
5,23
|
-14,26
|
0,35
|
5,24
|
Sumber: BPS dalam Basri (2002)
Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia dan Permasalahan Ketimpangan Pemerataan Pendapatan
Meski telah terlihat dampak yang telah dialami dimasa
lampau karena mengejar pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan tanpa melihat
aspek yang lainnya, namun hal tersebut masih terbawa hingga pemerintahan di
Indonesia saat ini, yang masih senang dengan tingginya pertumbuhan ekonomi
namun kualitas kesejahteraan manusia di Indonesia terbilang masih sangat
memperihatinkan. Dalam 5 tahun terakhir
perekonomian di indonesia selalu mengalami pertumbuhan dengan rata-rata
pertumbuhan adalah sebesar 5,88% setiap tahunnya, sehingga pertumbuhan ekonomi
Indonesia masuk dalam 10 peringkat teratas di Dunia (Worlbank:2014). Namun
dibalik tingginya angka pertumbuhan ekonomi di Indonesia ternyata menimbulkan
masalah baru, yaitu terjadinya ketimpangan pendapatan yang semakin memburuk,
dalam 6 tahun terakhir ketimpangan pendapatan di Indonesia terus meningkat,
hingga tahun 2013 ketimpangan pendapatan di Indonesia sebesar 41,30% sedaangkan
di tahun 2008 hanya sebesar 35%. Berikut grafik ketimpangan pendapatan di
Indonesia tahun1964—2013 ,
Kondisi ketimpangan yang sebenarnya tentu saja lebih buruk,
mengingat Indeks Gini dan distribusi pendapatan di Indonesia dihitung
berdasarkan pengeluaran, bukan pendapatan. Kondisi yang semakin parah juga
dapat terlihat dari distribusi pemilikan tanah. Berdasarkan perhitungan
Hermanto Siregar (Desember 2013), Indeks Gini untuk pemilikan tanah secara
nasional mencapai 0,72. Hal serupa terlihat pula dalam pemilikan deposito.
Oleh karena itu maka
strategi pengembangan ke depan harus didasarkan pada kekuatan sumberdaya
domestik, karena kita merupakan
masyarakat agraris dengan jumlah penduduk yang sangat besar, maka peningkatan
produktivitas pertanian tidak boleh terlepas dari proses peningkatan
penghasilan petani, usaha kecil dan menengah (UKM), upah buruh serta
pembangunan perdesaan. Dengan demikian kesenjangan pendapatan akan dapat
diatasi karena pemerataan pembangunan dilaksanakan dari masyarakat pedesaan
hingga masyarakta perkotaan. Kita harus mampu membuat kebijakan dan kelembangan
dengan pola pembentukan modal yang senantiasa
terarah pada peningkatan produktivitas mayoritas warga bangsa. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tetap merupakan sasaran utama, tetapi yang lebih penting
adalah menetapkan sumber dari pertumbuhan karena pilihan tersebut akan
menyangkut keberdayaan pelaku utama ekonomi, seperti petani, buruh, dan UKM.
Elemen strategis untuk mendukung hal tersebut antara lain paradigma pembangunan
yang bermuara pada otonomi rakyat, transformasi kelembagaan ekstraktif menjadi
kelembagaan yang representatif, infrastruktur fisik dan sosial yang
mensenyawakan kota dengan perekonomian perdesaan, pasar modal di perdesaan yang
dapat dijangkau semua orang yang lebih adil bagi penduduk setempat.
Sumber :
Azis S.R., Abdul & Tim CPPS. 2001. Negara
dan ketertindasan Buru, Potret Keterlibatan TNI-Polri dalam Masalah Perburuhan
di Jawa Timur. Surabaya: CPPS Surabaya bekerjasama dengan USAID Jakarta.
Budiman, Arief. 2000. Teori
Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Pustakan Utama (cetakan
keempat).
Suryadi t.th. Paradigma Pembangunan
Dan Kapabilitas Aparatur (www. bandiklatjatim.go.id/art_sur.htm, diakses
22-04-2002)).
Yuwono, Teguh. 1999. Reorientasi
Paradigma Kebijakan Pembangunan (www.
geocities.com/CollegePark/Hall/1285/wws110199.htm, diakses 22-04-2002).
Basri, F. (2014, January 2). Faisal Basri 01. Diambil kembali dari
faisalbasri01.wordpress.com:
http://faisalbasri01.wordpress.com/2014/01/02/prospek-ekonomi-2014/
BPS. (2014, Januari 2002). Index Gini. Diambil kembali dari
bps.go.id: http://www.bps.go.id/tab.view/php.
No comments:
Post a Comment